Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti: Ada Satu Juta Percakapan Tentang KPK di Medsos dalam Sepekan

Kompas.com - 18/09/2019, 12:23 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Ismail Fahmi mengatakan, hampir ada satu juta percakapan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rentang 10 hingga 17 September 2019 di media sosial.

Hal itu dikemukakan dalam diskusi bertajuk "Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain?" di ITS Tower, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

"Dalam satu minggu ini, hampir ada satu juta percakapan di media sosial tentang KPK. Tampak memang ada naik turun (intensitas) percakapan tentang KPK, paling tinggi itu ada di Twitter, kemudian Facebook dan online news," ujar Fahmi.

Baca juga: Mulusnya Pengesahan Revisi UU KPK, Abai Kritik hingga Tak Libatkan KPK

Fahmi yang juga merupakan pakar analitika media sosial dan digital Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengkategorikan ada tiga kelompok yang terlibat dalam perbincangan revisi UU KPK di media sosial.

Pertama, poros kelompok pro revisi UU KPK. Kedua, poros menolak revisi. Ketiga, kelompok penengah yang dimotori praktisi dan pegiat media massa.

Ketiga kelompok tersebut juga berusaha memviralkan tanda pagar masing-masing. Namun, kelompok yang paling banyak mempopulerkan tagar, yakni yang menyetujui revisi UU KPK.

"Kelompok yang paling banyak menggunakan tagar adalah kelompok pro revisi UU KPK. Misalnya ada tagar 'KPK Kuat Korupsi Turun' 'KPK Cengeng', 'KPK Lebih Baik', dan seterusnya," papar Fahmi.

Baca juga: Presiden dan DPR Dinilai Tak Pedulikan Masukan Publik soal Revisi UU KPK

Tagar yang diviralkan oleh kelompok pro revisi UU KPK, lanjut dia, memiliki volume yang cukup tinggi dibandingkan kelompok kontra revisi UU KPK dan kelompok penengah.

Fahmi juga menyebut kelompok revisi UU KPK yang ada di media sosial terorganisir. Sedangkan kelompok menolak revisi tidak terorganisir.

"Kelompok pro revisi UU KPK itu terorganisir. Kalau kelompok kontra itu tidak, karena dibangun oleh publik, bukan buzzer. Kelompok pro revisi UU KPK ini menciptakan opini publik dan memanipulasi yang dilakukan secara konsisten," imbuhnya kemudian.

Sebelumnya diberitakan, DPR telah mengesahkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2003 tentang KPK. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

Baca juga: Keyakinan Pimpinan KPK dan Aksi Duka Cita Setelah UU KPK Direvisi...

Pengesahan Undang-undang KPK itu merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Perjalanan revisi UU KPK ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.

 

Kompas TV Meski menuai polemik berkepanjangan Revisi Undang-Undang KPK disahkan oleh DPR. Legislasi dikebut dalam waktu sekitar 13 hari di tengah penolakan banyak kalangan terhadap upaya pelemahan KPK. Di tengah penolakan banyak kalangan Revisi Undang-Undang KPK telah disahkan oleh DPR dan menunggu 30 hari ke depan untuk dimuat dalam lembaran negara dan kemudian mulai berlaku. Mengapa penolakan masih berlangsung dan apa yang bisa dilakukan oleh mereka yang menolak Revisi UU KPK setelah disahkan DPR? Kita membahasnya bersama pakar dan praktisi hukum Denny Indrayana, Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dan Aktivis Koalisi Perempuan Antikorupsi, Anita Wahid. #RevisiUUKPK #DPR #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com