JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan mencecar Managing Director Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Syaaf Arief, soal perubahan nilai purchase order (PO) satelit monitoring untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Nilai PO tersebut berubah dari 8 juta euro menjadi 11,25 juta euro.
Perbedaan nilai itu disinggung jaksa Takdir saat Erwin diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
"Untuk PO ini kan sudah jadi fakta persidangan pada saat Adami Okta (karyawan PT Merial Esa) jadi saksi disitu nilai PO-nya kok bisa muncul harganya jadi 11,25 juta euro itu?" tanya jaksa Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca juga: Petinggi Rohde and Schwarz Mengaku Sering Didesak Fayakhun soal Fee
"Kan seperti diketahui ada anggaran yang akan di-plot itu Rp 400 miliar untuk dua satelit monitoring dan kita itu cuma ada perjanjian verbal harga kita 11,25 juta euro sebelum tender dimulai," jawab Erwin.
Jaksa Takdir kembali bertanya apakah perubahan nilai itu sudah ditentukan oleh perusahaan induk Rohde and Schwarz Indonesia yang berada di Singapura dan Jerman.
"Itu harga yang memang sudah ditentukan PT Rohde and Schwarz di Jerman dan Singapura nilai itu?" tanya jaksa Takdir lagi.
Erwin menjawab, saat itu belum ada nilai acuan soal perubahan nilai PO itu. Sehingga ia menentukan sendiri perubahan nilai itu.
"Pada waktu itu belum. Kita memang sudah dapat kisi-kisi dari Jerman, akhirnya saya menentukan harganya pada waktu itu. Saya harus memperhitungkan karena waktu itu ada extended warantee dan semua maintenance yang harus kita tanggung tiga tahun. Sedangkan standar Jerman itu warantee cuma 1 tahun," katanya.
Di persidangan sebelumnya, jaksa Takdir menyoroti indikasi mark-up nilai PO satelit monitoring untuk Bakamla dari 8 juta euro menjadi 11,25 juta euro itu.
Dalam persidangan, Sales Engineering Rohde and Schwarz Indonesia Sigit Susanto mengaku diperlihatkan dokumen PO asli dan palsu saat diperiksa di penyidikan.
Menurut Sigit, nilai acuan asli PO di Rohde and Schwarz biasanya sekitar 8 juta euro, bukan sekitar 11 juta euro.
Dalam kasus ini, Erwin Syaaf Arief didakwa bersama-sama Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah menyuap Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat.
Fayakhun sendiri telah divonis 8 tahun penjara karena terbukti menerima suap itu.
Pemberian itu dengan maksud agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
Proyek tersebut yang akan dikerjakan Fahmi dan PT Merial Esa selaku agen dari PT Rohde and Schwarz Indonesia.
Baca juga: Jaksa Soroti Petinggi Rohde and Schwarz Minta OB Tiru Tanda Tangan dalam Dokumen PO
Dalam dakwaan, Erwin disebut mendapatkan keuntungan saat ada pemesanan satelit monitoring oleh PT Merial Esa kepada PT Rohde and Schwarz Indonesia dengan nilai kontrak sebesar 11,25 juta euro. Padahal nilai pemesanan sebenarnya hanya 8 juta euro.
Kemudian PT Merial Esa membayar uang muka sebesar 1,75 juta euro, padahal yang dibayarkan Erwin ke Rohde and Schwarz Asia Pasific sebesar 1,6 juta euro.
Erwin disebut menerima keuntungan sekitar 35 ribu euro dari selisih pembayaran uang muka itu. Sisanya dinikmati karyawan PT Merial Esa Adami Okta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.