KOMPAS.com - Rencana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilakukan DPR bersama pemerintah menuai polemik.
Sebab, revisi UU KPK dinilai bukan hanya memperbaiki kekurangan yang masih ada, namun malah merombak total aturan di dalamnya.
Revisi UU KPK dinilai akan memperlemah lembaga antirasuah itu. Status KPK yang saat ini merupakan lembaga independen terancam.
Sejumlah aturan teknis dari hal penyadapan hingga status penyidik, serta kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan membuat KPK dapat diintervensi oleh pihak lain, terutama presiden.
Dengan demikian, tak heran jika banyak yang menilai jika revisi UU KPK itu disahkan maka akan menjadi "lonceng kematian" untuk KPK.
Di tengah ketidakjelasan tentang akhir "keberadaan" KPK, Kompas.com membuat artikel mengenai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Upaya itu sudah dilakukan sejak Republik ini berdiri pada era Presiden Soekarno.
Berikutnya, upaya pemberantasan korupsi dilanjutkan pada era Presiden Soeharto.
Tulisan itu menjadi artikel terpopuler di Kompas.com pada Minggu (15/9/2019). Baca di sini: Inikah Akhir KPK? (1): Cerita Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno hingga Soeharto
Ada juga bagian kedua mengenai pemberantan korupsi di Era Presiden BJ Habibie yang dipenuhi semangat reformasi hingga ancaman "kematian KPK" di era Presiden Joko Widodo.
Baca tulisannya di sini: Inikah Akhir KPK? (2): Semangat Reformasi di Era Habibie, Akankah Mati di Era Jokowi?
Presiden ketiga RI, BJ Habibie, merupakan sosok yang dicintai bagi masyarakat Timor Leste.
Saat BJ Habibie menjadi presiden, Indonesia memang menggelar referendum bagi masyarakat di wilayah yang dulunya merupakan Provinsi Timor Timur.
Hasilnya, sebagian besar memilih untuk melepaskan diri dari Indonesia. Timor Timur pun kemudian merdeka hingga menjadi Timor Leste.
Dengan demikian, BJ Habibie pun menjadi sosok yang begitu dikenang Presiden pertama Timor Leste Xanana Gusmao.