JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyetujui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Poin itu tertuang dalam revisi Undang-Undang KPK (Revisi UU KPK) usulan DPR.
Namun, Jokowi menilai waktu satu tahun yang diusulkan DPR terlalu singkat. Jokowi menilai KPK harus diberi waktu dua tahun untuk menangani kasus korupsi.
"Sehingga jika RUU inisiatif DPR memberikan batas waktu maksimal satu tahun dalam SP3, kami meminta ditingkatkan menjadi dua tahun. Supaya memberikan waktu yang memadai bagi KPK," ujar Jokowi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Lalu, bagaimana mekanisme penerbitan SP3 di lembaga penegak hukum lainnya, baik di Kepolisian RI dan Kejaksaan?
Baca juga: Ketum Golkar Anggap Wajar Penolakan Revisi UU KPK
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa polisi tidak memiliki ketentuan batas waktu dalam penerbitan SP3.
"Enggak ada rentang waktu, kan tiap case memiliki karakter yang berbeda-beda," kata Dedi ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (15/9/2019).
Menurut Dedi, mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), perkara dapat dihentikan jika tidak cukup bukti, tersangka meninggal dunia, dan bukan tindak pidana.
Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri.
Mengacu pada peraturan yang sama, Mukri mengatakan, Kejagung tidak memiliki batas waktu untuk menghentikan sebuah perkara.
"Batas waktu tidak ada, untuk lebih paham buka Pasal 109 ayat 2 UU Nomor 1981 tentang KUHAP," ujar Mukri ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (13/9/2019).
Baca juga: Inikah Akhir KPK? (2): Semangat Reformasi di Era Habibie, Akankah Mati di Era Jokowi?
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa tidak ada landasan teoritis mengenai rentang waktu penerbitan SP3 di kepolisian dan kejaksaan.
Menurut Fickar, sudah ada mekanisme kontrol bagi aparat penegak hukum, yaitu praperadilan.
"Jadi tidak ada landasan teoritisnya SP3 didasarkan pada waktu penyidikan, karena sudah ada alat challenge atau kontrol terhadap tindakan penegak hukum termasuk KPK yang mentersangkakan orang dalam waktu lama," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Minggu.
Masih mengacu pada KUHAP, Fickar mengatakan bahwa SP3 dapat dikeluarkan dengan dasar peristiwa yang disidik bukan pidana, alat bukti kurang, dan demi hukum.
"SP3 bisa dilakukan demi hukum, tersangka mati, daluarsa tindak pidananya, dan nebis in idem sudah pernah diputus PN," ujarnya.
Baca juga: Kata Jokowi soal Revisi UU KPK, Setuju Dewan Pengawas hingga Kewenangan SP3
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.