JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Bidang Hukum, Ade Irfan Pulungan, menyinggung kasus etik yang sempat menjerat Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Hal itu diungkapkan Ade saat membahas soal pentingnya dewan pengawas KPK yang tercantum dalam revisi UU KPK dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).
Diketahui pada 2016, Saut sempat dilaporkan ke Polisi lantaran menyebut pejabat publik berlatar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saut pun meminta maaf kepada publik atas pernyataannya dan di komite internal KPK diberikan sanksi tertulis.
Baca juga: Capim Ini Setuju Revisi UU KPK, tapi Tolak Dewan Pengawas
Menurut Ade, dewan pengawas dibutuhkan agar kasus seperti yang dialami Saut tidak terulang. Baginya, pengawas internal dan komite etik KPK tidaklah cukup untuk mengawasi komisioner hingga pegawai lembaga antirasuah.
"Hal seperti ini harus diawasi dewan pengawas secara terus menerus terhadap kinerja komisioner maupun aparat di dalamnya," kata Ade.
Menurut dia, sanksi yang diberikan Saut oleh Komite etik KPK juga berlarut-larut dan lama. Kasus Saut ini, tuturnya, sempat menjadi perdebatan dan kegaduhan di masyarakat.
Untuk itu, Ade mendorong kehadiran dewan pengawas dibutuhkan agar hal serupa tidak terjadi. Maka dari itu, ia mendukung adanya revisi terhadap UU KPK dan menambahkan pasal pembentukan dewan pengawas KPK.
"Ketika ada suatu peristiwa tidak kebablasan dia (pimpinan KPK), dan pembentukan dewan etik ini tidak tarik-menarik dengan kepentingan yang ada," sambung Ade.
Adapun Dewan Pengawas menjadi salah satu poin dalam rencana revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Baca juga: Capim KPK Ini Setuju Ada Dewan Pengawas di KPK, Asalkan
Berdasarkan draf revisi UU KPK Pasal 37 B Dewan Pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin penyadapan, dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Adapun dalam kasus Saut, ia telah menyampaikan permohonan maaf melalui media. Dia mengaku menyadari penyataan dirinya yang menyebut pejabat publik berlatar HMI menjadi koruptor telah menimbulkan banyak reaksi publik, terutama para kader HMI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.