Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Poin dalam Revisi UU KPK Ini yang Dinilai Lemahkan KPK

Kompas.com - 10/09/2019, 22:17 WIB
Kristian Erdianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Departemen Kajian Strategis BEM STHI Jentera Octania mengatakan, dua poin revisi UU KPK akan melemahkan KPK itu sendiri dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dua poin yang dimaksud, yakni pembentukan dewan pengawas KPK dan kedudukan KPK yang berubah menjadi lembaga pemerintah, bukan lagi lembaga independen.

Dengan adanya dewan pengawas, KPK dinilai akan menjadi tidak independen.

"KPK tidak lagi menjadi independen karena adanya dewan pengawas. Tidak jelas kedudukannnya sebagai apa," kata Octania saat memimpin aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Baca juga: Peneliti LIPI: Revisi UU KPK Jadi Ancaman Demokrasi Indonesia

Diketahui, berdasarkan draf RUU KPK, dewan pengawas nantinya akan terdiri dari lima orang. Tugasnya yaitu mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Dewan pengawas juga dipilih oleh DPR berdasarkan usulan presiden.

Sementara, mengenai kedudukan KPK yang akan menjadi lembaga pemerintah, Octania yakin, KPK tak akan memiliki taji dalam pemberantasan korupsi.

Sebab, tentunya pemerintah rentang mengintervensi jalannya pemberantasan korupsi para penyidik KPK.

"KPK lagi-lagi menjadi tidak independen karena di bawah pemerintah pusat," tutur dia.

Pihaknya pun berharap DPR beserta pemerintah membatalkan rencana revisi itu. Apabila jadi direvisi, justru yang harus dilakukan adalah penguatan kelembagaan, bukan sebaliknya. 

 

Kompas TV Dua kelompok yang berbeda sikap soal rencana revisi undang undang kpk menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung dpr senayan jakarta. Kelompok yang menamakan diri Masyarakat Penegak Demokrasi menggelar aksi dengan membawa spanduk dukungan agar KPK segera merevisi Undang-Undang KPK. Di saat yang hampir bersamaan sejumlah orang dari BEM Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menggelar aksi menolak Revisi UU KPK. Muka mereka ditutup poster kecil bergambar 10 parpol atau fraksi di DPR yang mendukung Revisi UU KPK. Wakil Presiden Jusuf Kalla merespon rencana Revisi UU Kpk. JK menegaskan tidak semua usulan Revisi UU KPK dari DPR akan disetujui pemerintah. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mempertanyakan upaya Revisi Undang-Undang KPK salah satunya soal wewenang penghentian perkara atau SP3. Menurut Laode tidak adanya kewenangan untuk mengeluarkan SP3 membuat KPK berhati-hati dalam menangani kasus korupsi dan penetapan tersangka. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menuding pimpinan KPK periode ini memiliki paham anarko atau anti sistem negara. Tudingan itu didasari sikap pimpinan KPK yang selalu bertentangan dengan rencana dan keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau DPR. Apakah Revisi UU KPK akan menjadi solusi pemberantasan korupsi? Bagaimana memastikan revisi ini bukan upaya untuk melemahkan KPK? Untuk membahasnya sudah hadir Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Jakarta Suparji Ahmad serta Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada Zainal Arifin Mochtar. #RevisiUUKPK #KPK #DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com