JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai lima hal yang dianggap terpidana kasus korupsi Setya Novanto sebagai keadaan baru atau novum dalam permohonan peninjauan kembali (PK) tidak layak disebut sebagai novum.
Hal itu dipaparkan jaksa KPK Ahmad Burhanuddin saat membacakan tanggapan KPK atas permohonan PK Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).
"Bahwa alasan, dalil, dan bukti yang diajukan pemohon PK sebagaimana yang didalilkan sebagai P-1 sampai P-5 tidak dapat dikualifikasikan sebagai keadaan baru atau bukti baru atau novum sebagaimana dihendaki Pasal 263 Ayat 2 huruf a KUHAP dan bukan merupakan bukti yang bersifat menentukan," kata jaksa Burhanuddin.
Baca juga: Tanggapi Permohonan PK Novanto, Jaksa Singgung Sumpah di Pengadilan
Kelima poin yang dianggap Novanto dan penasihat hukumnya sebagai novum adalah tiga surat permohonan sebagai justice collaborator dari keponakan Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Ketiga surat itu, menurut pihak Novanto, tidak ada fakta bahwa Novanto menerima uang terkait pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Novum keempat adalah rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch nomor 503-146516-301 periode dari 1 Januari 2014 sampai 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd, perusahaan milik Anang Sugiana Sudihardjo.
Baca juga: Novanto Tak Ajukan Banding, Jaksa Duga Hindari Tambahan Hukuman
Kemudian, novum kelima merupakan keterangan tertulis agen Biro Federal Investigasi AS, Jonathan Holden, tanggal 9 November 2017 dalam perkara United States of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota, dan kawan-kawan.
Jaksa salah satunya menyoroti dalil P-1, yaitu surat permohonan sebagai justice collaborator tanggal 3 April 2018 dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Menurut penasihat hukum Novanto, surat itu menerangkan bahwa tidak ada fakta Novanto menerima uang sebesar 3,5 juta dollar AS melalui Irvanto.
"Termohon PK menilai pemohon PK hanya mengambil penggalan uraian surat permohonan justice collaborator Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan tidak mengambil keterangan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dalam surat itu secara utuh," kata Burhanuddin.
Baca juga: KPK Siap Hadapi PK yang Diajukan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP
Jaksa juga menilai pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam putusan terhadap Novanto sudah sesuai dengan alat bukti dan fakta-fakta persidangan sehingga jaksa menilai tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana yang diajukan pihak Novanto dalam permohonan PK.
"Keterangan saksi yang saling berkesesuaian maupun alat bukti dan barang bukti yang berkesesuaian sehingga penjatuhan hukuman pada pemohon PK sebagaimana amar putusan adalah tidak mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata," kata Burhanuddin.
Baca juga: Setya Novanto, Sempat Pasrah Divonis 15 Tahun Akhirnya Ajukan PK
Jaksa juga meyakini pembuktian pasal-pasal dalam dakwaan, surat tuntutan, hingga pertimbangan putusan majelis hakim telah berkesesuaian.
"Kami berkesimpulan bahwa alasan pemohon PK yang diajukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP dan seterusnya seharusnya ditolak dan tidak dapat diterima karena telah ditegaskan oleh judex factie secara saksama sehingga tidak ditemukan adanya novum, kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata," ujar dia.