JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosita Dewi menyatakan, kehadiran pemerintah diperlukan untuk menyelesaikan sengkarut masalah Papua.
Menurutnya, kehadiran pemerintah di Papua bukan dalam bentuk keberadaan aparat keamanan, melainkan dalam bentuk pelayanan-pelayanan publik.
"Bukan aparat keamanan, melainkan pelayanan publik seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan, yang memang sesuai dan kebutuhan orang Papua," ujar Rosita saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/9/2019).
Baca juga: Bertemu Jokowi di Istana, Tokoh-tokoh Papua Ajukan 9 Permintaan
Anggota tim kajian Papua LIPI ini menambahkan, kehadiran pemerintah dalam pelayanan publik memang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan yang selama ini telah dilakukan pemerintah.
Namun demikian, lanjutnya, hal itu dilakukan dengan catatan orang Papua harus dilibatkan dalam proses pembangunan tersebut.
"Pelibatan ini dapat dilaksanakan melalui dialog untuk menjadikan orang Papua sebagai subyek dari pembangunan Papua. Dialog yang setara akan bisa menjembatani keinginan dan kebutuhan orang Papua dengan pemerintah," ungkap Rosita kemudian.
Baca juga: TNI Siapkan 2 Hercules, Angkut Balik Mahasiswa Papua ke Daerah Tempatnya Belajar
Dialog, kata Rosita, merupakan kunci bagi proses penyelesaian persoalan Papua secara komprehensif karena keterkaitan persoalan satu dengan yang lain tanpa direduksi hanya pada persoalan ekonomi.
"Presiden Jokowi dan administrasinya harus menempatkan dialog yang setara dan demokratis menuju Papua damai. Hal ini membutuhkan kemauan politik dari Presiden Jokowi untuk mencegah konflik berkelanjutan di Papua," pungkasnya.
Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).
Baca juga: Didampingi Kepala BIN, Jokowi Bertemu Tokoh Papua di Istana
Unjuk rasa kemudian melebar ke Fakfak dan Timika, pada Rabu (21/9/2019). Demonstrasi di kedua tempat juga sempat terjadi kerusuhan.
Kemudian, kerusuhan juga terjadi di Deiyai pada Rabu (28/8/2019), dan di Jayapura pada Kamis (29/8/2019).
Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tindak rasisme yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.