JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cacat formil.
Sebab, undang-undang tersebut tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Prolegnas prioritas yang harus segera dibahas.
"Revisi itu tidak memenuhi prosedur yang ditentukan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, jadi secara formil pembentukan nya cacat secara prosedural," kata Feri usai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, (8/9/2019).
Baca juga: Sikap Jokowi atas Rencana Revisi UU KPK Dinilai Tidak Jelas
Feri mengatakan, DPR atau Presiden memang dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas.
Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Namun demikian, ada hal-hal khusus yang mengatur supaya aturan itu bisa diajukan sebagai RUU. Misalnya, untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
Baca juga: Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Minta Presiden Tolak Revisi UU KPK
Atau keadaan tertentu lainnya yang menyangkut urgensi nasional, atau RUU yang dapat disetujui bersama oleh kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Namun demikian, menurut Feri, revisi UU KPK tak memenuhi unsur-unsur tersebut.
"Sesuatu yang cacat prosedural akan dianggap batal demi hukum jadi batal dengan sendirinya. Tidak dibutuhkan putusan peradilan yang menyatakan sah atau tidak absahnya, sebuah pembentukan Peraturan perundang-undangan kalau dia cacat prosedural," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Baca juga: Politisi PKS: Revisi UU untuk Mengawasi KPK
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
Rencana revisi Undang-undang ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Sebab, selain dilakukan secara tiba-tiba, ada sejumlah poin dalam Undang-undang yang bakal diganti dan ditambahkan, yang diprediksi bakal lemahkan KPK.