JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak menjamin bakal menutup defisit lembaga itu.
"Sejauh ini, kami menilai bahwa kenaikan iuran belum tentu mampu menyelesaikan semua masalah defisit BPJS Kesehatan," kata Saleh melalui pesan singkat, Jumat (6/9/2019).
Karena itu, ia menyarankan pemerintah melaksanakan rekomendasi dari Komisi IX maupun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berupa perbaikan pengelolaan data peserta BPJS Kesehatan agar tak ada double claim.
Baca juga: Iuran Naik, Sri Mulyani Berjanji Bakal Gembleng BPJS Kesehatan
Sebab, Saleh menilai penyelesaian masalah BPJS Kesehatan tidak bisa parsial dan temporal.
Ia pun memperkirakan, BPJS Kesehatan akan kembali mengalami defisit meskipun iurannya telah dinaikkan.
"Satu tahun setelah kenaikan iuran pun masih akan ada lagi defisit. Nah, itu yang harus dicari solusi fundamentalnya sehingga kebijakan yang diambil bisa menyelesaikan masalah sampai ke akarnya," lanjut politisi PAN itu.
Baca juga: Sri Mulyani: Masyarakat Mampu Harus Ikut Urunan BPJS Kesehatan
Pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan tetap akan dilakukan meski banyak pihak yang mengkritik.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Kenaikan ini untuk peserta kelas I dan II atau peserta non-penerima bantuan iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.
Baca juga: Keberatan Iuran BPJS Kesehatan Naik? Ini Cara Turun Kelas Perawatan
Dengan demikian, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.
Kemudian peserta JKN kelas II membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000.
Sebenarnya pemerintah juga mengusulkan kenaikan peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500 harus menaikkan iuran bulanan menjadi Rp 42.000 per bulan.
Namun, usulan itu ditolak DPR dengan alasan masih perlunya pemerintah membebani data peserta yang karut-marut.