JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menegaskan, amandemen terbatas terhadap Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dengan menerapkan kembali garis besar haluan negara (GBHN) tidak akan menyentuh cara memilih presiden dan wakil presiden.
Artinya, pemilihan presiden akan tetap dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Hal tersebut karena pihaknya hanya akan mengubah pasal yang menyangkut wewenang MPR saja.
"Kami tidak menyentuh cara memilih presiden di Pasal 6A Ayat 1, artinya presiden tetap dipilih rakyat. Kami tidak menyentuh soal syarat-syarat Presiden dihentikan, mekanisme impeachment," kata Ahmad dalam diskusi Kedai Kopi di kawasan Cut Meuthia, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019).
Baca juga: PPP: Amandemen Terbatas UUD 1945 Tak Mengagendakan MPR sebagai Lembaga Tertinggi
Ahmad menegaskan, pihaknya juga tidak menyentuh Pasal 7A dan 7B dalam UUD 1945.
Pasal 7A yang menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR.
Sedangkan Pasal 7B yang menyatakan bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan mengajukan permintaan terlebih dahulu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sebab tak menyentuh pasal-pasal tersebut, maka tidak ada istilah pertanggungjawaban Presiden. Kalau ada, maka sistem presidensial kita sudah bergeser," kata dia.
Baca juga: PPP: Amandemen Terbatas UUD 1945 Tak Mengagendakan MPR sebagai Lembaga Tertinggi
Dia menjelaskan, haluan negara yang dimaksud dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini sama sekali tidak bertujuan memperlemah sistem presidensial.
Sebab, MPR hanya mengubah Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 dan hanya menambah wewenang MPR untuk menetapkan haluan negara.
"Adanya haluan negara ini akan tetap disesuaikan dengan ciri khas sistek presidensial pada umumnya, yaitu Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak dapat dijatuhkan hanya karena alasan politik atau tak melaksanakan haluan negara," ucap dia.