Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Pemerintah Tak Langgar Prosedur dalam Pemindahan Ibu Kota

Kompas.com - 02/09/2019, 20:31 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Mahfud MD menilai tidak ada pelanggaran prosedur hukum dalam rencana pemindahan ibu kota pemerintahan ke Kalimantan Timur.

Hal tersebut disampaikan Mahfud saat membuka Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

"Menurut kami tidak ada pelanggaran prosedur dalam rencana ini karena pemindahan resminya secara yuridis nanti dengan undang-undang memang bisa dilakukan pada saat kita sudah benar-benar akan pindah," kata Mahfud.

Baca juga: Dukung Pemindahan Ibu Kota, Warga Hibahkan Lahan 15 Hektar untuk Kantor Kemendagri

Menurut Mahfud, pemerintah dapat membuat undang-undang baru atau mengubah undang-undang yang ada terkait ibu kota baru jika nantinya memang sudah benar-benar siap untuk pindah. Oleh karena itu, perubahan UU tak perlu dilakukan dari sekarang.

"Tidak ada aturan yang menentukan aturan harus dibuat lebih dulu dan kemudian baru dimulai langkah-langkah untuk memindahkan ibu kota," jelas Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menyebut pihak yang berhak dan memiliki wewenang untuk membuat kebijakan pemindahan ibu kota pada saat ini adalah Presiden.

Dia yakin jika pemerintah konsisten dan cermat dalam persiapan pemindahan ibu kota, maka rencana itu dapat terselesaikan dengan baik.

Presiden Joko Widodo telah menetapkan lokasi ibu kota baru pemerintahan yakni di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Proses pembangunan ditargetkan mulai pada 2021. Sementara pemindahan pemerintahan secara bertahap direncanakan dimulai pada 2024.

Berbeda dengan Mahfud, Wakil Ketua MPR Fahri Hamzah sebelumnya menyayangkan Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota secara sepihak.

Fahri mengatakan, lazimnya pemindahan ibu kota melalui kajian akan perubahan ketentuan-ketentuan lama, seperti melakukan pengecekan pada UUD 1945 dan undang-undang terkait.

Menurut Fahri, pengecekan UUD 1945 prosesnya dilakukan melalui MPR.

Baca juga: Peta Sikap Partai Politik soal Rencana Pemindahan Ibu Kota ke Kaltim

"Barulah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi di mana UU itu harus diubah. Sebab, UU yang harus diubah untuk perpindahan ibu kota lebih dari 8 dalam kajian sementara yang saya temukan," ujar dia. 

Ia juga menyesalkan orang-orang terdekat presiden yang dinilainya tak memberikan masukan untuk melakukan kajian dan naskah akademik terlebih dahulu.

"Mohon maaf Bapak Presiden, enggak begitu caranya, mesti bikin UU dulu, mesti bikin kajian, naskah akademik dulu, enggak ada. Saya sudah lihat paper-nya segala macam, enggak ada," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com