JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie setuju dengan rencana Presiden Joko Widodo memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Namun, ia mengusulkan supaya lembaga kehakiman seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan lainnya tidak ikut berpindah ke Ibu Kota baru.
"Jika nanti ini jadi pemindahan Ibu Kota, ya kita setuju-setuju saja lah. Tapi, saya rasa cabang kekuasaan kehakiman nggak usah ikut pindah," kata Jimly saat menghadiri acara peluncuran buku di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Baca juga: Pengamat: Pindah atau Tidak Suatu Instansi ke Ibu Kota Baru Tergantung Undang-undang Induknya
Pernyataan Jimly itu disambut tepuk tangan yang riuh dari hadirin yang mayoritas merupakan pegawai MK.
Meski mengusulkan tak ikut berpindah ke Ibu Kota baru, Jimly juga menyarankan supaya lembaga kehakiman tidak tetap berada di Jakarta.
Jimly menyebut, DI Yogyakarta adalah tempat yang ideal bagi keberadaan lembaga kehakiman.
"Jangan juga di Jakarta, saya rasa di Yogja, supaya tersendiri. Jadi tidak usah ditumpuk di satu tempat, biarlah Ibu Kota politik dan hukum terpisah," katanya yang lagi-lagi mengudang tepuk tangan staf MK.
Baca juga: Ibu Kota Baru di Kaltim, Instansi Apa Saja yang Akan Pindah?
Menurut Jimly, akan lebih baik jika kekuasaan kehakiman jauh dari dinamika politik dan ekonomi.
Hal itu sebagaimana yang diterapkan di Amerika yang memisahkan wilayah pusat politik, bisnis, serta kebudayaan dan pendidikan.
"Biarlah Ibu Kota politik dipindah, tapi Ibu Kota hukum dan keadilan di tempat yang lain," kata Jimly.
Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan ibu kota baru berada di Kalimantan. Hal itu disampaikan Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Polemik Pemindahan Ibu Kota, soal Regulasi hingga Dugaan Deal Politik Jokowi-Prabowo
"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi.
Jokowi menyatakan bahwa keputusan ini dilakukan setelah pemerintah melakukan kajian intensif.
"Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan intensifkan studinya selama tiga tahun terakhir," ujar Presiden.