Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Sudah Dilaksanakan, Kebiri Kimia Harus Dievaluasi Efektif Turunkan Angka Kejahatan atau Tidak

Kompas.com - 27/08/2019, 12:57 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menilai, pemerintah perlu melakukan evaluasi atas penerapan hukuman kebiri kimia terhadap kejahatan seksual, terutama pada kasus-kasus yang menyangkut anak-anak sebagai korbannya.

Evaluasi tersebut bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas penerapan kebiri kimia terkait penurunan angka kejahatan seksual.

Pasalnya, kata Ace, ia belum pernah melihat data yang menunjukkan tingkat efektivitas kebiri kimia dalam menciptakan efek jera.

Baca juga: Putuskan Kebiri Kimia Pemerkosa 9 Anak, Hakim Sebut Tidak Langgar HAM

"Tentu kalau sudah dilakukan (kebiri kimia) dari situ bisa dilakukan evaluasi apakah memang misalnya terjadi pengurangan angka kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak," ujar Ace saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).

"Saya belum melihat ada data yang menyatakan soal efektivitas dari penerapan hukuman kebiri terhadap penurunan angka kejahatan seksual," tutur dia.

Ace mengatakan, awalnya penerapan sanksi kebiri seksual oleh pemerintah memang berangkat dari semangat untuk menimbulkan efek jera.

Namun, dalam penerapannya, pemerintah harus mengevaluasi sejauh mana efektivitas hukuman tersebut.

Baca juga: Fakta di Balik Vonis Kebiri di Mojokerto, Dua Berkas Perkara hingga Eksekusi Akan Dilakukan

Pemberatan hukuman berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik diatur dalam Pasal 81 Ayat (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2016 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"Sebetulnya payung hukumnya sudah ada. Karena dulu semangat dari lahirnya UU tersebut, hukuman kebiri itu menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak," kata politisi dari Partai Golkar itu.

Baca juga: Kejagung soal Kebiri Kimia: Ini Kan Melaksanakan Putusan Sesuai UU...

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis hukuman kebiri terhadap Muhammad Aris bin Syukur (20). Aris merupakan terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan anak.

Terkait hal itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyatakan mendukung putusan tersebut.

Menurut Yohana, hukuman kebiri merupakan salah satu upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.

“Ini adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok. Namun, ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para predator anak," ujar Yohana melalui keterangan tertulis, Senin (26/8/2019).

Baca juga: Kebiri Dianggap Langgar HAM, Kejagung: Lihatlah dari Sisi Korban

Yohana mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa sehingga diperlukan pemberatan hukuman di mana pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa kebiri kimia serta pemasangan alat pendeteksi elektronik.

"Kementerian PPPA tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com