JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi telah menetapkan pelaku perusakan mesin ATM saat aksi demonstrasi di Manokwari, Papua Barat, sebagai tersangka.
Demonstrasi pada Senin (19/8/2019) tersebut memprotes aksi persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
"Yang di Manokwari, yang kegiatan atau insiden pertama ya, perusakan ATM itu, sudah ditetapkan menjadi tersangka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Junat (23/8/2019).
Baca juga: Polisi Amankan 1 Terduga Pelaku Perusakan ATM Saat Rusuh Manokwari
Sementara itu, aparat kepolisian telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka terkait kerusuhan yang terjadi di Timika, Papua, pada Rabu (21/8/2019).
Sepuluh tersangka itu merupakan bagian dari 34 orang yang diamankan dan diproses hukum aparat kepolisian sebelumnya.
"Info dari Kapolres Timika, 10 orang sudah ditetapkan menjadi tersangka," ujar Asep ketika dihubungi, Jumat.
Sepuluh orang tersangka tersebut dikenakan pasal berlapis.
"Dengan persangkaan Pasal 170 KUHP dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951," ujar dia.
Baca juga: Jokowi Telepon, Ini Pesan untuk Gubernur Papua Barat Pasca-Kerusuhan Manokwari hingga Timika
Awalnya, polisi mengamankan 45 orang pengunjuk rasa di Timika. Namun, setelah polisi melakukan pemeriksaan, hanya 34 orang yang diproses hukum lebih lanjut.
Sejumlah orang tersebut diamankan karena diduga memblokir jalan dan memaksa meminta ban bekas dari sejumlah bengkel.
Polisi juga menemukan bensin dan alat tajam, serta bendera Bintang Kejora yang selama ini sering digunakan Organisasi Papua Merdeka.
Baca juga: Wiranto: Kami ke Manokwari Bukan untuk Memata-matai
Kemudian, ada pula yang diamankan karena merusak Hotel Grand Mozza yang tak jauh dari Kantor DPRD Mimika.
Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).
Unjuk rasa kemudian melebar ke Fakfak dan Timika, pada Rabu (21/9/2019). Demonstrasi di kedua tempat juga sempat terjadi kerusuhan.
Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tindak rasisme yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.