JAKARTA, KOMPAS.com - Akses internet di sejumlah kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, sejak Rabu (21/8/2019) kemarin, dibatasi.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara memastikan bahwa pembatasan akses internet di Papua terpaksa dilakukan demi menjaga kepentingan nasional.
"Ini kan kepentingan nasional dan sudah dibahas dengan aparat penegak hukum," ujar Rudiantara di area Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Secara spesifik, pembatasan ini terpaksa dilakukan demi mencegah penyebaran berita hoaks yang dapat memicu emosi warga Papua.
Pasalnya, aparat mengidentifikasi, kerusuhan yang dimulai di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) lalu, dipicu oleh informasi hoaks dan provokatif.
Baca juga: Kerusuhan Timika, Polisi Tetapkan 34 Orang Tersangka
Kerusuhan juga diketahui terjadi di Fakfak dan Timika dua hari kemudian.
Ada pula informasi hoaks yang tersebar, yakni bahwa personel Polres Surabaya menculik dua orang pengantar makanan untuk mahasiswa Papua di asramanya.
Rudiantara mengaku, sudah berkomunikasi dengan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Artinya, tidak hanya Kominfo saja yang terlibat dalam pembatasan akses internet sementara ini.
Baca juga: Mahasiswa Papua Minta Penyebar Hoaks Penyebab Kerusuhan Ditangkap
Pembatasan pun tidak dilakukan di seluruh Provinsi Papua dan Papua Barat, melainkan hanya di beberapa kota saja. Misalnya Manokwari, Jayapura, Sorong dan Fakfak.
"Awalnya dilakukan pembatasan, tapi sekarang data (internetnya) tidak berfungsi. Hanya saja masih tetap bisa berkomunikasi orang menggunakan telepon, voice, maupun SMS, ujar Rudiantara.
Dengan demikian, tidak semua akses komunikasi di Papua ditutup.
Saat ditanya sampai kapan pembatasan akses internet diberlakukan, Rudiantara tidak bisa memastikan waktu tepatnya.
"Mudah-mudahan kalau semakin kondusif, ya sudah (pembatasan berakhir)," ujar dia.
Ia meyakini pembatasan tidak akan berlangsung lama. Sebab selain masyarakat, operator juga bakal merugi apabila kebijakan ini dijalankan terlalu lama.