JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik CSIS J Kristiadi menyarankan Presiden Joko Widodo tidak mengisi kursi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan serta Menteri Hukum dan HAM pada kabinetnya mendatang dengan sosok berlatar belakang partai politik.
"Sebaiknya wilayah kementerian yang rawan akan konflik kepentingan jangan dijabat oleh orang-orang dari partai politik. Menko Polhukam dan Menkumham itu adalah sektor yang rawan konflik kepentingan," ujar Kristiadi dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).
Kristiadi menyarankan dua kementerian tersebut diisi oleh sosok profesional dan berpengalaman, namun bukan berasal dari partai politik. Hal itu bertujuan agar tidak muncul konflik kepentingan di tengah perjalanan yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Baca juga: Tak Hanya Calon Menteri Jokowi, Ini 4 Menteri Dunia Berusia di Bawah 30 Tahun
Ia berharap Presiden Jokowi dapat keluar dari tekanan partai politik pengusungnya dengan memilih sosok dengan latar belakang profesional pada dua pos kementerian tersebut.
"Saya kira, sudah saatnya Pak Jokowi membuktikan keberanianya dan membuktikan bahwa pemerintahanya ke depan tidak lebih kacau. Saatnya Pak Jokowi tunjukkan juga bahwa dia bukan petugas partai PDI-P," ujar Kristiadi.
Diketahui, Menkopolhukam saat ini dipimpin oleh Wiranto yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.
Adapun Menkumham dipimpin Yasona Laoly yang kini merupakan Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan PDI Perjuangan.
Baca juga: Jokowi Sebut Komposisi Parpol di Kabinet 45 Persen, Jaksa Agung dari Non-parpol
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Kabinet Kerja pada periode mendatang akan diwarnai gabungan menteri dari profesional dan unsur partai politik.
Secara spesifik, Jokowi menyatakan bahwa komposisi menteri dari partai politik memiliki porsi yang sedikit lebih kecil ketimbang kalangan profesional.
"Partai politik bisa mengusulkan, tetapi keputusan tetap di saya. Komposisinya 45 persen," kata Jokowi saat bertemu pemimpin media massa di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Dengan demikian, perbandingan menteri dari kalangan profesional dengan unsur partai politik adalah 55 persen berbanding 45 persen.