JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka penjual data kependudukan berinisial C (32) meraup untung cukup banyak dari aktivitas ilegalnya tersebut. Maksimal, ia mampu mendapatkan Rp 250.000 per hari.
"Tersangka hanya membantu memperdagangkan. Dia dapat upah dari sekali transaksi itu Rp 50.000," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes (Pol) Asep Safrudin saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).
Dalam satu hari, tersangka dapat melakukan tiga hingga lima kali transaksi.
Baca juga: Kertas Fotokopi KK Jadi Bungkus Gorengan, Masyarakat Diingatkan Hati-hati Buang Berkas Data Pribadi
Asep menambahkan, C sempat berhenti melakukan aksinya pada 2017. Namun, beberapa bulan belakangan, ia kembali terjun di dunia jual beli data kependudukan.
"Dia sekitar dua tahun yang lalu (melakukan aksinya), kemudian berhenti dan beberapa bulan kemarin dia melakukan lagi," ujar Asep.
Saat ini, Polri masih memburu beberapa orang yang bekerja sama dengan C dalam mendapatkan data kependudukan. Selain memasok data kependudukan, mereka diduga juga melakukan aktivitas yang sama seperti C.
Diberitakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus C di daerah Cilodong, Depok, Jawa Barat pada 6 Agustus 2019 lalu.
Berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya, C diduga menjual data kependudukan melalui sebuah situs bernama temanmarketing.com.
Saat ditangkap, C rupanya menyimpan jutaan data pribadi warga negara Indonesia yang terdiri dari nomor ponsel, kartu kredit, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (KK) dan nomor rekening.
Baca juga: Jual Beli Data Pribadi Marak, Ini 8 Tips Untuk Melindungi Data Anda
Dari tersangka, polisi mengamankan satu unit telepon genggam beserta nomor yang digunakan untuk melakukan transaksi.
Tersangka disangkakan Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 95A UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Berdasarkan keterangan tersangka, jutaan data kependudukan warga negara Indonesia itu tidak didapatkan dengan membobol data base pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Data-data itu didapatkan dari pelaku lain berinisial I yang saat ini masih buron.
"Mereka mendapatkannya itu dari salah satu produsen juga dan itu sedang kami dalami. Namun yang jelas, mereka tidak melakukan illegal access terhadap sistem yang ada di Dukcapil," ujar Asep.