JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri memperkuat peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) terkait pencegahan tindak pidana korupsi melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Makmur Marbun mengakui bahwa peran APIP selama ini kurang maksimal.
"Memang selama ini dianggap bahwa peran APIP kurang maksimal. Tapi sekarang kami sudah merevisi PP 18 2016 terkait dengan kelembagaan APIP. Sekarang sudah di meja Pak Presiden," ujar Makmur saat konferensi pers di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).
Baca juga: Kemnaker Tuntut APIP Tingkatkan Profesionalisme
Di dalam revisi tersebut, penguatan termasuk dalam hal kelembagaan, kewenangan dan juga kompetensi anggota APIP.
Makmur mengatakan, selama ini kompetensi yang dimiliki pegawai APIP belum maksimal.
Oleh karena itu, dengan revisi tersebut, Menteri Dalam Negeri dan juga gubernur akan mengawasi langsung pengangkatan para pegawai APIP tersebut.
"Betul-betul nanti ke depan bahwa pengangkatan APIP di provinsi nanti Mendagri mempertimbangkan dan Menpan, di kabupaten/kota juga nanti gubernur sebagai wakil pemerintah pusat juga berperan untuk mengangkat dan memberhentikan," kata dia.
Tujuannya, APIP memiliki taring untuk melakukan pengawasan internal.
Hingga saat ini, Kementerian Dalam Negeri mencatat terdapat 2.345 ASN yang melakukan tindak pidana korupsi. Rinciannya, terdapat 98 orang di tingkat pusat dan 2.259 ASN di tingkat pemerintah daerah.
Baca juga: Cegah Korupsi Kepala Daerah, KPK Dorong Pemerintah Perkuat APIP
Untuk jumlah tersebut, terdapat 168 ASN yang belum dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
Rinciannya, terdapat 10 ASN yang belum dipecat di tingkat provinsi, 139 ASN di tingkat kabupaten/kota, dan 19 ASN lainnya di tingkat kota.
"Ada banyak faktor, masih ada 168 orang yang masih belum dilakukan pemberhentian tidak hormat," ungkap Akmal.
Akmal mengatakan bahwa pemecatan tersebut memang tidak mudah. Salah satu kendalanya adalah kejadian atau kasus yang sudah cukup lama.
Kemudian, ada pula kepala daerah yang merasa sungkan untuk melakukan pemecatan. Namun, Akmal menegaskan, bahwa pemecatan tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.
"Ini bukan personal, ini masalah sistem. Ini kewajiban kita, bahwasanya kita punya kewajiban itu melaksanakan peraturan perundang-undangan. Ketika ketentuan perundangan harus dilakukan pemberhentian kepada ASN yang sudah inkrah, ya apa boleh buat," tutur dia.