Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi APIP yang Memiliki 'Taring', Kemendagri Revisi PP 18/2016

Kompas.com - 15/08/2019, 16:40 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri memperkuat peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) terkait pencegahan tindak pidana korupsi melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Makmur Marbun mengakui bahwa peran APIP selama ini kurang maksimal.

"Memang selama ini dianggap bahwa peran APIP kurang maksimal. Tapi sekarang kami sudah merevisi PP 18 2016 terkait dengan kelembagaan APIP. Sekarang sudah di meja Pak Presiden," ujar Makmur saat konferensi pers di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).

Baca juga: Kemnaker Tuntut APIP Tingkatkan Profesionalisme

Di dalam revisi tersebut, penguatan termasuk dalam hal kelembagaan, kewenangan dan juga kompetensi anggota APIP.

Makmur mengatakan, selama ini kompetensi yang dimiliki pegawai APIP belum maksimal.

Oleh karena itu, dengan revisi tersebut, Menteri Dalam Negeri dan juga gubernur akan mengawasi langsung pengangkatan para pegawai APIP tersebut.

"Betul-betul nanti ke depan bahwa pengangkatan APIP di provinsi nanti Mendagri mempertimbangkan dan Menpan, di kabupaten/kota juga nanti gubernur sebagai wakil pemerintah pusat juga berperan untuk mengangkat dan memberhentikan," kata dia.

Tujuannya, APIP memiliki taring untuk melakukan pengawasan internal.

Hingga saat ini, Kementerian Dalam Negeri mencatat terdapat 2.345 ASN yang melakukan tindak pidana korupsi. Rinciannya, terdapat 98 orang di tingkat pusat dan 2.259 ASN di tingkat pemerintah daerah.

Baca juga: Cegah Korupsi Kepala Daerah, KPK Dorong Pemerintah Perkuat APIP

Untuk jumlah tersebut, terdapat 168 ASN yang belum dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).

Rinciannya, terdapat 10 ASN yang belum dipecat di tingkat provinsi, 139 ASN di tingkat kabupaten/kota, dan 19 ASN lainnya di tingkat kota.

"Ada banyak faktor, masih ada 168 orang yang masih belum dilakukan pemberhentian tidak hormat," ungkap Akmal.

Akmal mengatakan bahwa pemecatan tersebut memang tidak mudah. Salah satu kendalanya adalah kejadian atau kasus yang sudah cukup lama.

Kemudian, ada pula kepala daerah yang merasa sungkan untuk melakukan pemecatan. Namun, Akmal menegaskan, bahwa pemecatan tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.

"Ini bukan personal, ini masalah sistem. Ini kewajiban kita, bahwasanya kita punya kewajiban itu melaksanakan peraturan perundang-undangan. Ketika ketentuan perundangan harus dilakukan pemberhentian kepada ASN yang sudah inkrah, ya apa boleh buat," tutur dia.

 

Kompas TV Kemendagri tetap meminta kepada pihak berwenang untuk mengungkap kasus korupsi dan mendukung KPK dalam melakukan OTT kepada pejabat negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com