JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengkritik partai-partai politik yang saat ini memberikan sinyal berubah haluan menjadi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Saya kira, sebuah mimpi buruk jika parpol-parpol oposisi justru terpikat untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/6/2019).
Menurut Lucius, fungsi check and balances tidak akan maksimal apabila mayoritas parpol di parlemen mendukung pemerintah. Demokrasi juga menjadi tidak sehat.
Baca juga: Kemesraan PDI-P dan Gerindra Diprediksi Mengarah ke Koalisi 2024
Dalam sebuah negara demokrasi, oposisi memiliki fungsi penting, yakni untuk mengontrol pemerintah agar tidak berjalan secara sewenang-wenang.
Suara oposisilah yang diharapkan menjadi pengingat pemerintah agar tidak mengabaikan kepentingan rakyat.
"Karena kekuasaan itu memabukkan, jadi hampir pasti orang yang berkuasa akan menikmatinya. Keberadaan oposisi yang kuatlah yang bisa selalu menyadarkan koalisi pemerintah untuk memakai kekuasaan pada tempatnya," ujar Lucius.
Baca juga: Ketum Golkar: Demokrat Bisa Perkuat Pemerintahan Jokowi-Maruf
Lebih jauh, Lucius mengatakan, fenomena ramai-ramai parpol mendukung pemerintah ini disebabkan oleh parpol sangat membutuhkan logistik bagi kerja politiknya ke depan.
"Ini ekses tata kelola keuangan parpol yang sampai sekarang masih kacau balau. Di lain sisi kebutuhan akan uang yang begitu besar bagi parpol untuk memenangi kontestasi merupakan sebuah fakta," kata Lucius.
Diketahui, sejumlah parpol santer diisukan merapat ke pemerintahan Jokowi-Ma'ruf periode 2019-2024.
Beberapa parpol yang santer digadang-gadang mengubah arah politik mereka lima tahun ke depan ialah Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).