Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Semua Partai Ingin Gabung Pemerintah, Seolah Berburu Kekuasaan dan Jabatan

Kompas.com - 14/08/2019, 12:47 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengkritik sikap sejumlah partai oposisi yang ingin bergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintah.

Partai Gerindra, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) belakangan memberikan sinyal akan mendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Hal itu tidak baik juga karena seolah semua partai berburu kekuasaan, berburu jabatan," ujar Arya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/8/2019).

Baca juga: Jika Koalisi Terlalu Gemuk, Rawan Muncul Aliansi Baru yang Sulitkan Jokowi

Arya mempertanyakan sikap ketiga partai tersebut karena dinilai tidak memiliki dasar atau motif yang jelas jika ingin bergabung.

Seperti diketahui Partai Gerindra, Demokrat dan PAN serta PKS mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, rival Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.

Sementara pasangan Jokowi-Ma'ruf didukung enam partai yang memiliki kursi di DPR, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB, PPP dan Hanura.

Baca juga: PAN: Kita Dukung Program Jokowi-Maruf, tapi Belum Tentu Gabung Koalisi

Arya menduga keputusan untuk mendukung pemerintah dan masuk kabinet tidak lepas keinginan partai dalam menguasai sumber pendanaan politik.

"Yang harus kita lihat itu apa motif partai bergabung dengan pemerintah. Nah kalau saya lihat salah satu motif itu adalah soal akses pada sumber pendanaan politik," kata Arya.

"Apa alasan penjelasnya, ketika pemilu beda dukungan terus tiba-tiba dicari alasan untuk mendukung pemerintahan. Apa motifnya? kan kita enggak tahu. Dugaan saya mungkin motifnya kalau gabung, ya akses kepada sumber-sumber pendanaan politik mereka dapatkan. Ini dugaan saya," ucapnya.

Kompas TV Tiga bulan tersandera, para pembantu presiden dilarang menelurkan kebijakan strategis yang berpotensi membebani pejabat baru di masa pemerintahan Jokowi-Ma&#39;ruf. Konsekuensinya birokrasi keok dalam bekerja jika masa transisi tak diiringi <em>reshuffle</em> atau perombakan kabinet. Hitung-hitungan Charta Politika berlandaskan etika dan tradisi maksimal 50% jatah kursi menteri biasanya diberikan kepada partai politik. Yang kemudian di-bagi berdasarkan perolehan kursi di parlemen para partai koalisi dan tambahan bagi koalisi baru. Investasi menjadi pekerjaan rumah menteri-menteri ekonomi berikutnya. Pasalnya investasi asing turun hampir 10% menjadi Rp 388,3 triliun tahun lalu. Kementerian keuangan dituntut lebih agresif merancang stimulus seperti pajak untuk menarik investor asing. Dengan demikian pemerintah tidak hanya menjaga kesehatan anggaran negara tetapi juga efektif mempercepat pertumbuhan ekonomi. Meski demikian kinerja Kabinet Kerja Jilid I patut diapresiasi. Pada akhir-akhir masa jabatannya para menteri harus menjawab tantangan ekonomi yang justru datang dari luar negeri. Ke depan ekpektasi pasar cukup tinggi terhadap menteri dari kalangan profesional untuk menjawab tantangan global. Sejumlah ekonom yakni indonesia masih mampu mencetak pertumbuhan ekonomi melampaui 6%. #MenteriKabinetBaru #TantanganEkonomi #Investasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com