Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2019, 17:23 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hamdi Muluk berpendapat, laporan harta kekayaan negara (LHKPN) tidak bisa dijadikan ukuran dalam menyeleksi capim KPK.

Menurut Hamdi, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, setiap orang yang melamar sebagai capim KPK telah diminta mengisi lembar pernyataan yang salah satu poinnya mengenai kesediaan mengumumkan harta kekayaannya apabila terpilih sebagai komisioner KPK. 

Baca juga: Soal Lapor LHKPN, Capim KPK Ini Bilang Rezeki Orang Kok Diatur Undang-undang?

Jika tidak, kata dia, mereka tidak bisa diangkat sebagai pimpinan KPK terpilih.

"Sehingga LHKPN tidak bisa dijadikan alat seleksi. Tidak boleh dari awal kami minta LHKPN, karena itu melanggar fair treatment. Orang tidak mendapat treatment yang sama," kata Hamdi di Gedung Lemhanas, Jumat (9/8/2019).

Jika LHKPN diminta sejak awal, kata dia, hal tersebut melanggar undang-undang.

Menurut Hamdi, sebagaimana dijelaskan dalam UU tentang KPK, LHKPN akan diminta setelah kandidat capim terpilih sebagai 5 komisioner KPK. 

Sementara itu, dalam sistem rekrutmen, para pendaftar juga harus diperlakukan sama.

Apalagi, mereka yang daftar menjadi capim KPK ini tidak semuanya merupakan penyelenggara negara. 

"Jadi mereka yang terpilih harus tanda tangan di atas materai bahwa dia harus menyerahkan LHKPN. Itu ketika dia sudah terpilih. Kalau dia tidak ada syarat itu, kita gugurkan," ucap dia.

Baca juga: Soal Lapor LHKPN, Capim KPK Ini Bilang Rezeki Orang Kok Diatur Undang-undang?

Hal itulah, kata Hamdi, yang menjadi alasan Pansel Capim KPK tidak meminta LHKPN pada masa tahapan seleksi awal ini.

Dalam proses rekrutmen, menurut Hamdi, seleksi pertama yang dilakukan yakni dari dokumen, kedua adalah tes kompetensi, ketiga psikotes, dan keempat profile assessment.

"Setelah itu baru wawancara. Dalam wawancara track record dibuka semua dan bagi penyelenggara negara, ditanya bagaimana riwayat LHKPN mereka," kata Hamdi. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Nasional
2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Nasional
KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

Nasional
Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Nasional
90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

Nasional
Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Nasional
KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com