JAKARTA, KOMPAS.com - Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bahwa rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus mencakup mengenai ketentuan soal mekanisme upaya paksa.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menegaskan, upaya paksa atau ketentuan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan oleh aparat penegak hukum harus berdasarkan penetapan ketua Pengadilan Negeri dalam waktu 1×24 jam.
Ketentuan ini sempat diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian, aturan itu dihapus saat UU ITE direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
"Revisi UU ITE harus mengembalikan hal baik yang pernah dirumuskan oleh UU ITE tahun 2008 bahwa mekanisme upaya paksa harus dengan izin dari pengadilan," ujar Anggara kepada Kompas.com, Senin (5/8/2019).
Baca juga: Agar Tak Tumpang Tindih, UU ITE dan RKUHP Diminta Sejalan
Anggara menjelaskan, segala bentuk upaya paksa berdasarkan izin pengadilan telah diatur dalam International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
Sementara, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara peserta yang menandatangani kovenan tersebut.
Dengan demikian, ketentuan perundang-undangan di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan dalam ICCPR. Begitu juga dengan KUHP dan KUHAP.
"Revisi UU ITE akan juga mendukung pembaharuan KUHAP dalam RKUHAP, bahwa segala bentuk upaya paksa harus dengan izin pengadilan," ucap Anggara.
"Sesuai dengan ketentuan dalam ICCPR untuk melaksanakan kewajiban Indonesia sebagai negara peserta ICCPR," kata dia.
Baca juga: ICJR Minta Pasal Multitafsir dan Berpotensi Overkriminalisasi di UU ITE Dihapus
Wacana pemerintah merevisi UU ITE mengemuka pasca-pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril oleh Presiden Joko Widodo.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menyatakan bahwa pemerintah akan membahas rencana revisi UU ITE ini dan meminta Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) untuk mulai mengkaji rencana revisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.