JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Salah satu hal yang menjadi pentingnya UU PDP adalah karena hak-hak pemilik data belum terpenuhi dan terlindungi.
Hal itu dibahas dalam konferensi pers koalisi yang terdiri dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait RUU PDP di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2019).
"Hingga hari ini belum ada kejelasan mengenai hak pemilik data. Apa saja daftar hak pemilik data atau yang dikenal right of subject data. Right of subject data yang harus ditegaskan dijamin dalam satu undang-undang," tutur Deputi Direktur Riset Lembaga dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar.
Baca juga: Viral Indikasi Jual-Beli Data Kependudukan hingga Dilaporkan, Begini Kronologinya
Contohnya, kata Djafar, adalah hak ases dan informasi. Pemilik data, menurut Djafar, memiliki hak mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mendapatkan akses data kependudukan.
Selain itu, seperti diungkapkan Wahyudi, sebagai pengendali dan prosesor data, baik Dukcapil Kementerian Dalam Negeri maupun pihak yang melakukan pengaksesan data kependudukan, harus menerapkan sistem perlindungan data yang kuat.
"Harus memastikan juga tidak adanya kegagalan dalam perlindungan data pribadi. Kepastian ini tentunya tidak semata-mata dalam bentuk pernyataan, tetapi setelah melalui proses penilaian yang hasilnya diumumlan secara terbuka," paparnya kemudian.
Diketahui, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dirjen Dukcapil Kemendagri telah memberikan akses data pribadi kependudukan kepada 1.227 lembaga pemerintah dan swasta.
Baca juga: Jual Beli Data Pribadi Marak, Ini 8 Tips Untuk Melindungi Data Anda
Tjahjo memastikan nota kesepahaman antara Kemendagri dan perusahaan-perusahaan tersebut memuat kewajiban semua pihak untuk menjaga data kependudukan yang diakses secara terbatas.
"Karena secara clear dari Kemendagri termasuk MoU dari beberapa instansi kementerian lembaga dan swasta, perbankan, asuransi, itu enggak ada masalah. Enggan akan bocor," ujar Tjahjo.
"Tapi kan bisa aja oknum-oknum masyarakat memanfaatkan itu dengan Google, dengan membuka medsos dan lain sebagainya. Itu yang dilarang. Karena setiap warga negara harus dilindungi rahasia data kependudukannya," lanjut dia.