JAKARTA, KOMPAS.com — Defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus menjadi sorotan publik.
Lembaga yang menjadi andalan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seluruh masyarakat Indonesia itu kini merugi hingga Rp 7 trilliun.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan muncul wacana untuk menaikkan premi BPJS Kesehatan yang dinilainya terlalu rendah.
Baca juga: Premi JKN-KIS Akan Naik, Ini Kata BPJS Kesehatan
Kalla menilai premi BPJS Kesehatan saat ini tak cukup untuk biaya pengobatan dan perawatan pesertanya yang tak terbatas.
Wacana tersebut muncul seusai Direktur Utama BPJS Kesehatan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Selain itu, muncul pula wacana pelibatan pemerintah daerah (pemda), dari provinsi hingga kabupaten dan kota, dalam pembiayaan BPJS Kesehatan.
Baca juga: Pemerintah Pusat Akan Paksa Pemda Kerja Sama BPJS Kesehatan
Diwacanakan, pemerintah pusat dan daerah berbagi porsi dalam memenuhi dana kapitasi (biaya per bulan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama).
Berikut sejumlah upaya yang tengah dikaji pemerintah untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
Menaikkan premi
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah telah menyepakati kenaikan usulan premi Badan BPJS Kesehatan.
Wacana tersebut nanti akan dibahas oleh sejumlah menteri terkait, yakni Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Menter Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Menteri Sosial.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, para menteri tersebut akan menggelar rapat soal wacana kenaikan premi pada Jumat (2/8/2019).
Baca juga: Menkes Sebut Kenaikan Premi BPJS Baru Rencana
Menurut dia, saat ini sudah ada rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk BPJS Kesehatan berupa pembenahan data peserta BPJS Kesehatan.
Ada pula rekomendasi dari Kementerian Kesehatan terhadap BPJS Kesehatan untuk mengevaluasi rujukan penempatan rumah sakit agar disesuaikan dengan kelas dan kapasitasnya.
"Sehingga kalau sudah (dibahas) semuanya, baru kita tahu berapa sih sebenarnya (besaran premi ideal), baru kita akan melihat apa yang akan dilakukan," ucap Mardiasmo.