JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung (MA) dinilai perlu mengevaluasi penerapan perspektif perlindungan korban oleh aparat penegak hukum khususnya pada kasus yang melibatkan kelompok rentan.
Hal itu disampaikan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) dan Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) sebagai evaluasi dari kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun.
"Pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung dalam kewenangannya masing-masing secara seksama mengambil langkah-langkah untuk mengevaluasi aparat penegak hukum untuk menjamin adanya perspektif perlindungan korban dalam kasus-kasus yang melibatkan kelompok rentan, seperti perempuan korban kekerasan seksual," ujar peneliti ICJR Maidina Rahmawati, melalui keterangan tertulis, Selasa (30/7/2019).
Baca juga: Dana yang Terkumpul untuk Baiq Nuril Sebesar Rp 421 Juta
Maidina menilai bahwa pemidanaan di Indonesia masih berorientasi pada penghukuman dan tidak sensitif pada perlindungan korban.
Akibatnya, kelompok rentan seperti korban kekerasan seksual justru terjerat hukum dan menjadi terpidana.
Menurut catatan MaPPI FHUI, Baiq Nuril bukan satu-satunya korban yang tersandung hukuman pidana.
"Misalnya WA di Muara Bulian dan BL di Jakarta Selatan, korban perkosaan yang divonis bersalah pada tingkat PN karena dituduh melakukan pengguguran kandungan padahal merupakan korban perkosaan," katanya.
Baca juga: 7 Tahun Baiq Nuril, Berawal dari Pelecehan, Tersangka UU ITE, hingga Terima Amnesti
Ia mengatakan bahwa perspektif tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Maidina berharap nilai-nilai dalam peraturan tersebut dapat dijalankan oleh semua aparat hukum.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril Maknun.
Baca juga: Pengacara Sebut Baiq Nuril Akan Datangi Setneg, Minta Salinan Keppres Amnesti
Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis Mahkamah Agung (MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum. Keppres tersebut ditandatangani oleh Presiden pada Senin (29/7/2019).
DPR sebelumnya telah menyetujui pertimbangan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril Maqnun, korban pelecehan yang dijatuhi hukuman karena merekam aksi pelaku.
Amnesti disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019) lalu.
Seluruh perwakilan fraksi menyatakan setuju atas laporan pertimbangan pemberian amnesti yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik.