JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akan menekan keputusan presiden terkait pemberian amnesti untuk Baiq Nuril Maqnun pada pekan depan.
Ia menargetkan keppres itu sudah diteken pada Senin (29/7/2019) atau Selasa (30/7/2019).
"Nanti Insyaallah hari Senin kita tanda tangani, kalau tidak maksimal hari Selasa kalau sudah sampai meja saya," kata Jokowi.
Ia menyebut, surat pertimbangan dari DPR yang telah menyetujui amnesti untuk Baiq Nuril sudah sampai ke mejanya.
Dengan surat dari DPR tersebut, sudah tak ada halangan bagi Presiden untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Baca juga: Kuasa Hukum Baiq Nuril Dorong Revisi UU ITE
Saat ditanya apakah Jokowi akan mengundang Baiq Nuril ke Istana, Jokowi tidak menjawab. Ia hanya menegaskan akan menandatangani terlebih dulu keppres pemberian amnesti untuk Baiq Nuril.
"Suratnya (draf keppres) dirampungkan dulu, suratnya saja belum sampai ke saya," kata dia.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya telah menyetujui pertimbangan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril Maqnun, korban pelecehan yang dijatuhi hukuman karena merekam aksi pelaku.
Amnesti disetujui dalam rapat paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Semua perwakilan fraksi menyatakan setuju atas laporan pertimbangan pemberian amnesti yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik.
Kasus Nuril bermula saat ia menerima telepon dari kepsek berinisial M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat kepsek M geram.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Baiq Nuril, RUU PKS Dinilai Mesti Segera Disahkan
Kepsek lalu melaporkan Baiq Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut. Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya.
Baiq Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.
Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Nuril kemudian mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.