JAKARTA, KOMPAS.com - Nafasnya terisak. Air matanya berderai. Tidak ada kata yang mampu diucapkan Baiq Nuril Maqnun selain "terima kasih".
"Saya hanya bisa bilang terima kasih, terima kasih, terima kasih," ujar Nuril dalam keadaan menangis.
Dalam rapat pleno di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (24/7/2019), Komisi III DPR RI secara aklamasi memutuskan, menyetujui Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi Informasi Elektronik tersebut.
Keputusan rapat pleno itu sendiri dibacakan oleh Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar sekaligus pimpinan rapat, Aziz Syamsuddin.
"Perlu kami sampaikan bahwa Komisi III DPR RI telah melakukan pleno, Alhamdulillah kepada saudari Nuril telah diputus dan diberi pandangan dari 10 fraksi, dan dihadiri 6 fraksi secara aklamasi dapat memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk dapat diberikan amnesti kepada saudari Nuril," kata Aziz.
Baca juga: Amnesti Disetujui DPR, Suami Baiq Nuril Langsung Telepon Anak di Lombok Tengah
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang juga dihadirkan di dalam rapat memberikan pandangan mengenai amnesti bagi Baiq Nuril ini.
Yasonna mengakui sempat terjadi perdebatan di antara pakar dan akademisi mengenai pemberian amnesti yang tertuang pada Pasal 14 Ayat 2 UUD 1945.
Ada yang berpandangan amnesti hanya diberikan untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan politik. Namun, ada pula yang sebaliknya.
Akhirnya diputuskan bahwa Pasal 14 Ayat 2 UUD 1945 tidak terdapat kalimat lugas yang dimaknai bahwa pemberian amnesti hanya pada kasus-kasus yang berkaitan dengan politik. Artinya, Baiq Nuril layak mendapatkan amnesti.
Pertimbangan lain, kata Yasonna, kasus yang menimpa Nuril menimbulkan simpati dari masyarakat luas. Rasa ketidakadilan terhadap pemidanaan Nuril menjadi sorotan masyarakat.
Pemberian amnesti kepada Nuril juga berkaitan langsung dengan program Presiden Joko Widodo, yakni peningkatan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan.
"Dengan demikian, maka langkah pemerintah untuk pemberian amnesti kepada Baiq Nuril merupakan suatu bentuk pelaksanaan butir Nawacita Presiden Joko Widodo dalam melindungi perempuan dari tindak kekerasan," kata Yasonna.
Baca juga: Ini Pertimbangan Pemerintah Berikan Amnesti untuk Baiq Nuril
Meski demikian, Nuril belum bisa sepenuhnya bernafas lega. Sebab, tahapan amnesti bagi dirinya belum final.
Hasil rapat pleno Komisi III itu harus dibawa dan dibacakan dalam rapat paripurna, Kamis (25/6/2019) ini, terlebih dahulu. Kemudian, DPR akan mengirimkan dokumen persetujuan amnesti itu kepada Presiden Jokowi untuk kemudian difinalisasi.
Kasus Baiq Nuril bermula ketika ia menerima telepon dari kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan, Kepsek M bercerita tentang hubungan intim dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.