JAKARTA, KOMPAS.com - Seakan tidak ada jeda. Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019, kini giliran ramai-ramai membincangkan usulan nama-nama kabinet yang akan membantu Joko Widodo-Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
Apalagi Presiden Joko Widodo ingin memasukkan anak muda di kabinet pemerintahannya.
Kabinet tersebut membutuhkan menteri-menteri yang mampu mengeksekusi program yang tepat secara cepat atau memiliki karakter sebagai eksekutor yang kuat.
Namun, yang kemudian menjadi menarik adalah komposisi menteri tersebut tidak hanya datang dari pihak koalisi, melainkan oposisi.
Terlepas dari perbincangan jabatan meteri tersebut, Kompasianer Anton melihat ada yang jauh lebih penting dari itu, yakni bagaimana Jokowi menciptakan narasi kabinet dalam bentuk kerjanya pada 5 tahun mendatang?
Tentu selain topik kabinet yang akan dipilih dan dibentuk Jokowi, pada pekan ini Kompasiana terdapat bahasan yang tak kalah populer seperti tantangan yang dilayangkan Menteri Susi Pudjiastuti hingga Joe Taslim yang memerankan karakter Sub-Zero dalam film Mortal Kombat.
Berikut adalah 5 artikel terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:
1. Membaca Narasi Jokowi Soal Kabinet
Bagaimana Jokowi menciptakan narasi kabinet dalam bentuk kerjanya pada 5 tahun mendatang?
Pertanyaan tersebut dianggap penting bagi Kompasianer Anton untuk menjabar beberapa hal penting sebagai usulan bagi Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mendatang.
Kompasianer Anton membaginya menjadi 10 poin yang saling terkait antar-satu dengan yang lainnya.
Sebagai contoh, Kompasianer Anton menitikberatkan perihal ekonomi dan investasi.
"Pos-pos seperti Ekonomi dan Investasi yang menjadi jantung pertumbuhan ekonomi juga kerap dijadikan visi utama Jokowi tentang Indonesia, bisa dikatakan dikuasai oleh kelompok anak anak muda yang berkecimpung di Pasar Modal," tulis Kompasianer Anton. (Baca selengkapnya)
2. Merindukan Sosok Menteri seperti Baharuddin Lopa
Dalam perbincangan penentuan kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, menurut Kompasianer Diaz Rosano, masih banyak sekali terjebak stereotype.