JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim advokasi kasus Baiq Nuril, Erasmus Napitulu menyampaikan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly merekomendasikan pemberian amnesti Baiq Nuril ke Presiden Joko Widodo.
Adapun Baiq divonis bersalah dalam kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Kemenkumham tadi pagi meminta tim kami datang ke sana juga untuk kemudian Bu Nuril bersama Menkumham menandatangani surat rekomendasi dari Menkumham terkait dengan pemberian amnesti kepada Ibu Nuril, untuk Presiden Jokowi," kata Erasmus di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Baca juga: Baiq Nuril Harap Bisa Bertemu Langsung dengan Presiden Jokowi
Menurut dia, Yasonna telah menandatangani surat rekomendasi pemberian amnesti. Surat itu diteken setelah Menkumham melakukan kajian yang melibatkan sejumlah pakar hukum.
Erasmus pun yakin terbitnya surat rekomendasi ini semakin menguatkan sinyal pemberian pengampunan kepada Baiq Nuril.
Meski begitu, ia menyadari keputusan pemberian amnesti tetap berada di tangan Presiden Jokowi.
Ia berharap, pihak Kantor Staf Presiden (KSP) yang ditemuinya pagi ini bisa meminta Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan amnesti.
"Dengan diterimanya dari menteri positif, tetapi kita harus dengar dari Pak Presiden. Untuk itu kenapa kami datang ke KSP supaya kami bisa langsung disampaikan kepada Presiden, tetapi dari Kemenkumham sudah dikirimkan," kata Erasmus.
Baca juga: Wapres Sebut Tak Ada Kendala untuk Beri Amnesti Baiq Nuril
Ia juga menyampaikan, desakan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril yang menjadi korban pelecehan seksual verbal itu terus mengalir.
Petisi yang mendesak amnesti untuk Baiq Nuril ini pun digagas dalam laman change.org. Menurut Erasmus, ada 246.000 orang yang menandatangani petisi itu.
Pihak kuasa hukum Baiq pun menyerahkan petisi yang mendesak pengampunan Baiq Nuril itu kepada pihak Kantor Staf Presiden untuk selanjutnya disampaikan kepada Jokowi.
"Sehingga dengan begitu kami berharap Presiden bisa cepat mempertimbangkan sehingga ini menjadi monumen penting bahwa korban kekerasan seksual di Indonesia tidak akan pernah berhenti untuk bersuara," kata dia.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.
Baca juga: Menkumham Sebut Ada Perdebatan dalam Pembahasan Amnesti Baiq Nuril
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.