Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Rekomendasikan Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril

Kompas.com - 11/07/2019, 11:26 WIB
Ihsanuddin,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim advokasi kasus Baiq Nuril, Erasmus Napitulu menyampaikan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly merekomendasikan pemberian amnesti Baiq Nuril ke Presiden Joko Widodo.

Adapun Baiq divonis bersalah dalam kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Kemenkumham tadi pagi meminta tim kami datang ke sana juga untuk kemudian Bu Nuril bersama Menkumham menandatangani surat rekomendasi dari Menkumham terkait dengan pemberian amnesti kepada Ibu Nuril, untuk Presiden Jokowi," kata Erasmus di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Baca juga: Baiq Nuril Harap Bisa Bertemu Langsung dengan Presiden Jokowi

Menurut dia, Yasonna telah menandatangani surat rekomendasi pemberian amnesti. Surat itu diteken setelah Menkumham melakukan kajian yang melibatkan sejumlah pakar hukum.

Erasmus pun yakin terbitnya surat rekomendasi ini semakin menguatkan sinyal pemberian pengampunan kepada Baiq Nuril. 

Meski begitu, ia menyadari keputusan pemberian amnesti tetap berada di tangan Presiden Jokowi. 

Ia berharap, pihak Kantor Staf Presiden (KSP) yang ditemuinya pagi ini bisa meminta Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan amnesti.

"Dengan diterimanya dari menteri positif, tetapi kita harus dengar dari Pak Presiden. Untuk itu kenapa kami datang ke KSP supaya kami bisa langsung disampaikan kepada Presiden, tetapi dari Kemenkumham sudah dikirimkan," kata Erasmus.

Baca juga: Wapres Sebut Tak Ada Kendala untuk Beri Amnesti Baiq Nuril

Ia juga menyampaikan, desakan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril yang menjadi korban pelecehan seksual verbal itu terus mengalir.

Petisi yang mendesak amnesti untuk Baiq Nuril ini pun digagas dalam laman change.org. Menurut Erasmus, ada 246.000 orang yang menandatangani petisi itu. 

Pihak kuasa hukum Baiq pun menyerahkan petisi yang mendesak pengampunan Baiq Nuril itu kepada pihak Kantor Staf Presiden untuk selanjutnya disampaikan kepada Jokowi.

"Sehingga dengan begitu kami berharap Presiden bisa cepat mempertimbangkan sehingga ini menjadi monumen penting bahwa korban kekerasan seksual di Indonesia tidak akan pernah berhenti untuk bersuara," kata dia. 

Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.

Baca juga: Menkumham Sebut Ada Perdebatan dalam Pembahasan Amnesti Baiq Nuril

Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com