JAKARTA, KOMPAS.com — Baiq Nuril Maqnun, korban pelecehan seksual yang justru divonis penjara karena perekaman ilegal, berharap bisa bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo.
Harapan itu disampaikan tim advokasi kasus Baiq Nuril saat bertemu Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardhani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
"Kami berharap Pak Presiden bisa mendengar langsung cerita dari Ibu Nuril," kata salah satu tim advokasi, Erasmus Napitupulu.
Erasmus menilai akan lebih baik jika Presiden bisa mendengar langsung cerita Nuril yang justru dikriminalisasi setelah merekam percakapan mesum atasannya.
Ia yakin cerita Baiq Nuril akan semakin memantapkan Presiden dalam memberikan amnesti.
"Sejauh ini kami belum menerima undangan. Tapi kami berharap bisa diundang," kata dia.
Baca juga: Menkumham Sebut Ada Perdebatan dalam Pembahasan Amnesti Baiq Nuril
Jaleswari mengaku akan menyampaikan aspirasi tim advokasi Baiq Nuril ini kepada Presiden Jokowi. Ia memastikan bahwa Presiden Jokowi memiliki komitmen dan perhatian atas apa yang menimpa Baiq Nuril.
"Soal pertemuan dengan Presiden, saya rasa ini harus menunggu jadwal Presiden. Kami di KSP menerima kawan-kawan juga atas arahan dari KSP," kata dia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, pembahasan pendapat hukum bagi amnesti Baiq Nuril sudah mencapai 70 persen.
Menurut Yasonna, pertimbangan dari para ahli hukum dibutuhkan supaya pendapat hukum yang dibuat mempunyai argumen kuat ketika Presiden mengajukan pertimbangan amnesti ke DPR nantinya.
Baca juga: Menkumham Sebut Pembahasan Amnesti Baiq Nuril Sudah 70 Persen
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.