Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Penyadapan, Komnas HAM Soroti Prosedur dan Hasil Penyadapan di Pengadilan

Kompas.com - 09/07/2019, 14:40 WIB
Christoforus Ristianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta dalam Rancangan Undang-Undang Penyadapan perlu ada pengkajian, khususnya bagi institusi penegak hukum untuk menyertakan hasil penyadapannya di pengadilan.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menuturkan, hasil penyadapan yang dilakukan institusi penegak hukum sejatinya diuji di pengadilan untuk pembuktian barang bukti yang ditemukan.

"Kalau itu dari penegakan hukum ujung dari penyadapan harus diuji di pengadilan. Semua barang bukti tunduk pada prosedur pembuktian," kata Choirul dalam konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).

"Kalau dia (institusi penegak hukum) mengambilnya (menyadap) tanpa prosedur, ya tidak bisa dipakai atau bahkan penegak hukumnya bisa menilai ada kesalahan prosedur penyadapan," ujar dia.

Baca juga: Komnas HAM Minta DPR Pastikan Materi RUU Penyadapan Sesuai dengan Prinsip HAM

Choirul Anam mencontohkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kerap melakukan operasi tangkap tangan (OTT) memiliki kewajiban dalam menyertakan hasil penyadapannya di pengadilan. Sebab, penyadapan yang dilakukan untuk kepentingan penegakkan hukum.

Dalam konteks hukum, lanjutnya, penyadapan yang dilakukan KPK maupun institusi lain dengan seizin Kejaksaan harus dibawa di pengadilan sebagai barang bukti.

Dalam catatan Komnas HAM, institusi penegak hukum juga ada yang tidak menyertakan hasil penyadapan.

"Misalnya kejaksaan karena secara institusi mereka juga ada (melakukan penyadapan) . Di kejaksaan itu ada Japitum, Jampidsus, Jamintel, dan sebagainya. Yang punya alat sadap hanya Jamintel, namun hasil sadapan yang dilakukan Jamintel kerap tidak dibawa ke pengadilan," ucap Choirul.

"Untuk penegakan hukum buktinya harus diajukan di pengadilan, itu ciri-ciri pokok dari penyadapan penegakan hukum. Jadi kalau ada lembaga hukum menyadap tapi tidak membawa hasilnya ke pengadilan, itu bukan penyadapan kepentingan hukum," kata dia.

RUU Penyadapan ini merupakan salah satu Program Legislatif Nasional Prioritas 2019.

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas pada Kamis (4/7/2019) menyampaikan, Dewan menargetkan aturan ini bisa segera rampung sebelum masa jabatan 2014-2019 habis pada Oktober mendatang.

Draf RUU Penyadapan ini juga mengatur soal tindak pidana yang dalam penyidikannya boleh dilakukan penyadapan.

Tindak pidana itu adalah korupsi yang menjadi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyelundupan, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan, dan perusakan hutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com