BOGOR, KOMPAS.com - Jaksa Agung M Prasetyo memastikan pihaknya tidak akan buru-buru mengeksekusi Baiq Nuril Maqnun, korban pelecehan seksual yang justru divonis penjara karena merekam percakapan mesum kepala sekolah tempatnya bekerja.
"Saya tidak akan buru-buru. Kita akan tentunya melihat bagaimana aspirasi masyarakat, rasa keadilan dan seterusnya," kata Prasetyo di Istana Bogor, Senin (8/7/2019).
Baca juga: Baiq Nuril Temui Menkumham Bahas Amnesti, Ditemani Rieke Dyah Pitaloka
Apalagi, Prasetyo juga mendengar Baiq Nuril akan mengajukan amnesti kepada Presiden Jokowi. Oleh karena itu, pihak Kejaksaan juga akan menunggu sampai proses pengajuan amnesti ini selesai.
"Kita kan lihat dulu seperti apa. Nanti Pak Presiden juga akan mrmberikan kebijakan seperti apa karena beliau juga punya kewenangam untuk itu," kata Prasetyo.
Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji akan menggunakan kewenangannya apabila Baiq Nuril mengajukan amnesti. Namun terlebih dahulu Jokowi akan berkonsultasi dengan jajaran terkait.
"Nanti kalau sudah masuk ke saya, di wilayah saya, akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki," katanya.
Baca juga: MA Sebut Ada Kekeliruan yang Viral dalam Perkara Baiq Nuril
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, memastikan kliennya akan secara resmi mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo. Menurut Joko, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan permohonan amnesti itu dan akan diajukan pada pekan depan.
"Kita akan coba pekan depan hari kamis atau jumat untuk proses pengajuan amnesti itu," kata Joko saat dihubungi, Sabtu (6/7/2019).
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Baca juga: Dinilai Malaadministrasi dalam Kasus Baiq Nuril, Jubir MA Bilang Itu Tak Berdasar
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA.