JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (2/7/2019), menerima sejumlah organisasi masyarakat lintas agama di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan itu, pimpinan masing-masing ormas sepakat bahwa calon pemimpin KPK ke depan tidak boleh terpapar ideologi radikal keagamaan.
"Dari PBNU, jelas mereka ingin, radikalisme yang dikriteriakan BNPT, tidak boleh ada komisioner seperti itu. Kalau dari Muhammadiyah ada catatan bahwa bekerja secara radikal ya didorong. Radikal dalam artian progresif. Namun, kalau paham radikal yang dilarang BNPT, mereka setuju (tidak boleh)," ujar Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih, usai pertemuan.
Selain pengurus PBNU dan Muhammadiyah, turut hadir pengurus Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Baca juga: Pansel Calon Pimpinan KPK Minta BNPT Telusuri Rekam Jejak Kandidat
Yenti menambahkan, ormas lintas agama juga sepakat tidak boleh ada calon pimpinan KPK yang terlibat kasus narkoba. Pansel pun juga sudah menggandeng PPATK untuk memastikan tidak ada aliran dana dari bandar narkoba kepada calon pimpinan KPK.
"Kemudian terkait BNN, mereka setuju bahwa capim tidak boleh terkait dengan bandar narkoba. Jangan sampai komisioner bersih, namun mendukung bandar narkoba," ujar Yenti.
Baca juga: Pansel: 133 Orang Sudah Daftar Calon Pimpinan KPK
Sejauh ini, Pansel sudah menerima 133 laporan pendaftar untuk posisi calon pimpinan KPK. Pansel masih mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu pendaftaran setelah hari Kamis, 4 Juli 2019.
"Jadi kita melihat satu perkembangan yang meningkat dari hari pertama. Dan seperti dugaan kami, pada periode lalu juga begitu. Pada hari-hari akhir meningkat besar," kata Yenti.