JAKARTA, KOMPAS.com - Ingin eksis dan terkenal di media sosial. Inilah motif MAM (45) memproduksi dan menyebarkan konten hoaks melalui akun Instagram-nya, @rif_opposite.
Demikian diungkapkan Kasubdit I Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes (Pol) Dani Kustoni dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/7/2019).
"Yang bersangkutan ini menggunakan aplikasi tertentu yang memproduksi (konten hoaks) memang keinginannya adalah untuk eksis," ujar Dani.
Selain itu, berdasarkan hasil penyidikan sementara, MAM yang merupakan pengangguran memang tidak menyukai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Tersangka mengaku termotivasi memposting konten-konten gambar dan video karena tidak suka dengan pemerintahan saat ini dan agar semua masyarakat umum mengetahui tentang informasi yang ia sebarkan di dalam konten gambar dan video tersebut," ujar Doni.
Baca juga: Polisi Tangkap Pemilik Akun @rif_opposite yang Sebarkan Hoaks
Diberitakan, MAM ditangkap aparat kepolisian di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (25/6/2019). MAM ditangkap lantaran memproduksi sekaligus menyebarkan konten hoaks di media sosial.
Konten yang dibuat menyindir tokoh pemerintahan, mantan presiden, tokoh agama, Polri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), lembaga survei. MAM membuat sendiri konten serta narasi hoaks yang ia sebarkan.
"Dari hasil temuan, dari hasil penyidikan kita, yang bersangkutan membuat sendiri, kreator sendiri," ujar Dani.
Selain hoaks, konten yang disebar juga mengandung unsur ujaran kebencian.
Berdasarkan penyidikan, MAM telah aktif melakukan aksinya sejak tahun 2017. Akun Instagram miliknya tersebut telah mengunggah sebanyak 2.542 konten dan diikuti 1.896 pengikut.
"Dalam satu hari rata-rata akun rif_opposite melakukan unggahan sebanyak 4 atau 5 kali kiriman. Konten unggahan hampir sebagian besar mengandung unsur pidana," tuturnya.
Dari MAM, polisi menyita sebuah telepon genggam, sebuah sim card, dan kartu identitas tersangka.
Baca juga: VIDEO: Hoaks Atau Fakta Pekan Ini, 24-29 Juni 2019
Atas perbuatannya, MAM dikenakan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 207 KUHP.
Ancaman hukuman maksimal adalah 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.