JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Juanda berpendapat, kondisi demokrasi di Indonesia akan menjadi tidak sehat apabila sebagian besar partai politik di parlemen mendukung pemerintah.
Pasalnya, setelah calon presiden nomor urut 02 pada Pilpres 2019 Prabowo Subianto membubarkan koalisi parpol pendukungnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat digadang-gadang bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.
Apabila hal tersebut terjadi, sebanyak 7 dari 9 parpol di parlemen akan mendukung pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
"Oleh karena itu saya melihat ini adalah sebuah kondisi demokrasi kita tidak sehat," ujar Juanda dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Baca juga: Sinyal dari PAN dan Demokrat untuk Koalisi Jokowi, Akankah Bersambut?
Sebaiknya, peran oposisi harus tetap dijalankan oleh partai politik non-pendukung pemerintah. Dalam sebuah negara demokrasi, peran oposisi sangat diperlukan untuk mengontrol seluruh kebijakan serta program pemerintah.
Juanda melanjutkan, eksekutif yang didukung kekuatan parlemen yang super dominan juga berpotensi menjadi otoriter.
"Ketika kekuasaan itu menumpuk di dalam satu tangan itu namanya udah tirani dan otoriter absolut akan terjadi," kata Juanda.
Diketahui, Prabowo Subianto secara resmi telah membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Keputusan tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekjen parpol dan sejumlah petinggi partai lainnya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, dalam rapat tersebut Prabowo mengembalikan mandat dukungan sebagai pasangan capres-cawapres ke masing-masing partai politik.
Baca juga: TKN Anggap Koalisi Prabowo-Sandiaga Tersisa Gerindra dan PKS
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2019. Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat bahwa tidak hanya PAN dan Demokrat yang berpeluang bergabung dengan koalisi pendukung pasca-Pilpres 2019.
Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.
"Gerindra apakah mungkin? itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).