JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Kamis (27/6/2019).
Aparat keamanan telah menyiapkan rencana pengamanan jelang putusan MK tersebut.
Total terdapat 47.000 personel gabungan yang diturunkan. Rinciannya, 17.000 personel TNI dan 28.000 Polri. Kemudian ada pula aparat pemerintah daerah sebanyak 2.000 orang.
Fokus pengamanan adalah gedung MK dengan jumlah personel sekitar 13.000 orang.
Lalu, ada pula personel yang berjaga di obyek vital nasional lainnya, seperti Istana Kepresidenan, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan beberapa kedutaan.
Dalam persiapan pengamanan, Polri kembali mengimbau agar tidak ada mobilisasi massa ke Jakarta sebelum ataupun sesudah sidang putusan MK.
Baca juga: Polri Ingatkan Tak Ada Mobilisasi Massa Sebelum dan Sesudah Putusan MK
"Mabes Polri sudah mengimbau untuk tidak melakukan mobilisasi massa pada 26, 27, 28, ataupun setelah tanggal 29. Bahwa seluruh tahapan PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum) di MK itu sudah dilakukan secara konstitusional," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2019).
Mobilisasi massa dinilai tidak perlu karena rangkaian sidang dapat disaksikan melalui layar televisi.
Untuk mengatasi mobilisasi massa, polisi kembali melakukan penyekatan di wilayah sekitar Jakarta.
Baca juga: Polisi Lakukan Penyekatan hingga Situasi di Jakarta Kondusif
Dedi mengatakan, penyekatan dilakukan dengan langkah persuasif, misalnya imbauan dan kerja sama dengan tokoh masyarakat setempat.
"Polda Jabar dan Polda Banten tentu selalu mengimbau bersama tokoh masyarakat dan aparat keamanan setempat juga melakukan penyekatan-penyekatan," tutur Dedi.
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menegaskan melarang aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi jelang sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019.
"Saya juga sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Kepolisian, agar tidak memberikan izin untuk melaksanakan demo di depan MK," kata Tito di ruang Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Alasannya, ujar Tito, bahwa aksi unjuk rasa tetap harus menaati sejumlah ketentuan seperti tidak mengganggu ketertiban publik.
Baca juga: Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di Depan MK
Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.