Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Ingatkan Pansel Tetap Fokus Cari Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas

Kompas.com - 20/06/2019, 13:46 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, diingatkan untuk fokus mencari calon yang berintegritas dan memiliki kemampuan dalam bidang pemberantasan korupsi.

Hal itu disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Kurnia berharap, Pansel tak perlu terjebak pada persoalan radikalisme ketika menyeleksi calon pimpinan KPK.

Ia memandang Pansel terlalu khawatir sampai menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran melihat adanya pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia.

"Dalam beberapa waktu belakangan narasi yang kerap dilontarkan oleh Panitia Seleksi Pimpinan KPK justru kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi. Setidaknya hal ini terkonfirmasi ketika Pansel turut menggandeng BNPT ditambah lagi dengan menaikkan isu radikalisme dalam proses penjaringan," kata Kurnia dalam keterangan pers, Kamis (20/6/2019).

Baca juga: Pansel KPK Minta BNPT Cegah Calon Pimpinan Radikal

Kurnia menekankan, fokus pencarian calon pimpinan KPK adalah mencari kandidat yang memiliki wawasan dan kemampuan mumpuni dalam penindakan dan pencegahan korupsi.

"Untuk itu, maka sebenarnya isu penting yang harus diperhatikan secara serius oleh Pansel adalah memastikan integritas serta rekam jejak dari para pendaftar calon Pimpinan KPK," kata dia.

Kurnia pernah menyebutkan sejumlah kriteria yang patut dimiliki calon pimpinan KPK ke depan

Beberapa di antaranya, berorientasi pada pemulihan kerugian keuangan negara, memiliki pemahaman lebih terkait penanganan perkara korupsi, mampu memaksimalkan pembangunan budaya antikorupsi, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia.

Baca juga: Pansel KPK: Pencegahan Jadi Isu Penting untuk KPK ke Depan

Kemudian, tidak mempunyai konflik kepentingan, terlepas dari kepentingan dan afiliasi partai politik, memiliki kemampuan komunikasi publik dan antarlembaga yang baik, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu dan berani menolak segala upaya pelemahan institusi KPK.

Sebelumnya, Ketua Pansel Yenti Garnasih mengatakan, langkah menggandeng BNPT ini dilakukan karena melihat pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.

"Kita lihat keadaan di Indonesia. Berbagai hal, dinamika yang terjadi adalah yang berkaitan dengan radikalisme sehingga pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungannya ke sana," kata Yenti usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Baca juga: Ini Nama 9 Perwira Tinggi Polri yang Daftar Seleksi Capim KPK

Hal serupa disampaikan Anggota Pansel Hamdi Muluk. Pakar psikologi politik Universitas Indonesia itu mengatakan, ideologi radikal saat ini sudah masuk ke berbagai sektor mulai dari lembaga pendidikan hingga Badan Usaha Milik Negara.

"Itu sebabnya kita minta bantuan BNPT juga melakukan tracking. Jadi semua calon yang masuk, kita perlakukan sama. Siapapun dia, tolong di-tracking apa ada kemungkinan terpapar ideologi radikal," kata Hamdi.

Pada seleksi calon pimpinan KPK sebelumnya, BNPT tidak dilibatkan untuk mengecek rekam jejak calon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com