Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbekal Dokumen RDP DPR, Pihak Sjamsul Nursalim Sebut Kasus BLBI Tak Bisa Diselidiki

Kompas.com - 20/06/2019, 08:56 WIB
Christoforus Ristianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka perkara dugaan korupsi berkaitan dengan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Sjamsul Nursalim tetap menyangsikan penetapan tersangka oleh KPK. Melalui pengacaranya, Sjamsul menyebutkan urusan SKL BLBI sudah tuntas tahun 2008.

Selain urusan pidana di KPK, Sjamsul juga mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk gugatan perdata itu Sjamsul menunjuk kuasa hukum Otto Hasibuan, sedangkan urusan pidana diserahkannya ke Maqdir Ismail.

Dalam konferensi persnya di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (19/6/2019), Otto menunjukkan berkas laporan Menteri Perekonomian dan Menteri Keuangan ketika rapat dengar pendapat (RDP) di DPR pada tahun 2008. Berdasar hal tersebut, Otto mengatakan urusan SKL BLBI sudah tuntas.

"Jadi di sini (berkas laporan RDP tersebut), pemerintah diwakili Menko (Perekonomian), Menteri Keuangan, sudah menyatakan dihentikan, tidak diselidiki, tidak ditindak, dan tidak dituntut. Tapi yang terjadi dipersoalkan lagi, dibawa ke pengadilan," kata Otto.

Baca juga: Tanggapi Pengacara Sjamsul Nursalim, KPK Sebut Penanganan Kasus BLBI Sesuai Prosedur

Sjamsul dijerat KPK sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mendapatkan BLBI pada saat krisis moneter di tahun 1998.

Menurut KPK, aset yang dibayarkan Sjamsul tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi dan menyebabkan kerugian keuangan negara.

Baca juga: KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim Tersangka Kasus BLBI

Kendati demikian, Otto menegaskan bila tidak ada misrepresentasi. Kalau pun ada hal itu, Otto kembali merujuk pada berkas laporan RDP tahun 2008 tersebut.

"Jadi saya katakan misrepresentasi itu saya pastikan tidak ada. Seandainya pun ada, kan pemerintah sudah bilang segala persoalan pidana tidak kami tuntut," kata dia.

Menurut Otto, dasar itulah yang membuat Sjamsul mengajukan gugatan perdata yang kuasanya dipegang olehnya.

Baca juga: KPK Minta Sjamsul Nursalim dan Istri Menyerahkan Diri

Salah satu petitum dalam gugatan ini ialah agar pengadilan menyatakan 'Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sdr Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali BDNI pada Tahun 2004 Sehubungan dengan Pemenuhan Kewajiban Penyerahan Aset oleh Obligor BLBI kepada BPPN Nomor 12/LHP/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017' tidak sah, cacat hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pengacara Sjamsul lainnya, Maqdir Ismail menambahkan, perkara yang saat ini ditangani KPK pernah diusut kejaksaan dan telah dihentikan.

"Khusus untuk Pak Nursalim ini, sesudah ditandatangani dalam SKL, pihak kejaksaan mengeluarkan SP3 (Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan)," imbuh Maqdir.

Sjamsul sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama-sama dengan istrinya, Itjih Nursalim. Dia diduga melakukan tindakan yang merugikan negara bersama Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait BLBI.

Sjamsul disebut menjadi pihak yang diperkaya dalam kasus dengan indikasi kerugian keuangan negara senilai Rp 4,58 triliun ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com