JAKARTA, KOMPAS.com - Nur Latifah menjadi saksi dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Nur merupakan saksi yang dihadirkan tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dalam persidangan, Nur mengaku menyaksikan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 08 Dusun Winosari, Desa Karang Jati, Kecamatan Wono Segoro, Kabupaten Boyolali, menyoblos 15 surat suara saat pemilu 17 April 2019.
Baca juga: Kuasa Hukum KPU Pastikan Kasus Penusukan Saksi 02 Bukan Terkait Pemilu
Nur mengaku sempat merekam tindakan yang dilakukan anggota KPPS bernama Komri tersebut, menggunakan ponselnya. Menurut Nur, keesokan harinya dia mendapat intimidasi.
"Pukul 11.00 malam, tanggal 11 April 2019, saya dipanggil salah satu warga, ada ketua KPPS, ada anggota KPPS, ada kader partai dan beberapa preman," kata Nur.
Menurut Nur, dia ditanya soal video pencoblosan 15 surat suara yang tersebar di media sosial. Nur menjelaskan bahwa dia bukan orang yang menyebarkan video itu.
Meski demikian, menurut Nur, malam itu tidak ada kalimat atau kata-kata ancaman terhadapnya.
"Mereka bilang saya sama saja menyebarkan rahasia negara," kata Nur.
Keesokan paginya, Nur mengaku diberitahu oleh temannya yang bernama Habib, bahwa dia terancam dibunuh.
"Saya dituduh penjahat politik. Saya diancam dibunuh. Tapi saya tahu dari teman saya," kata Nur.
Baca juga: Saksi Prabowo-Sandiaga Mengaku Lihat Anggota KPPS Coblos 15 Surat Suara di TPS
Setelah itu, pada 21 April 2019, Nur mengaku dihubungi oleh seseorang yang dia duga sebagai kerabat Komri, anggota KPPS yang dia pergoki mencoblos 15 surat suara.
Nur mengaku diminta tutup mulut dan kembali ke Semarang. Nur juga diancam akan dilaporkan ke polisi jika terjadi sesuatu pada Komri.
Namun, saat ditanya oleh hakim, Nur mengaku tidak pernah melaporkan ancaman dan intimidasi tersebut kepada polisi.