Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdasarkan Cerita Teman, Saksi Prabowo-Sandi Mengaku Terancam Dibunuh

Kompas.com - 19/06/2019, 20:22 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nur Latifah menjadi saksi dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Nur merupakan saksi yang dihadirkan tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dalam persidangan, Nur mengaku menyaksikan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 08 Dusun Winosari, Desa Karang Jati, Kecamatan Wono Segoro, Kabupaten Boyolali, menyoblos 15 surat suara saat pemilu 17 April 2019.

Baca juga: Kuasa Hukum KPU Pastikan Kasus Penusukan Saksi 02 Bukan Terkait Pemilu

Nur mengaku sempat merekam tindakan yang dilakukan anggota KPPS bernama Komri tersebut, menggunakan ponselnya. Menurut Nur, keesokan harinya dia mendapat intimidasi.

"Pukul 11.00 malam, tanggal 11 April 2019, saya dipanggil salah satu warga, ada ketua KPPS, ada anggota KPPS, ada kader partai dan beberapa preman," kata Nur.

Menurut Nur, dia ditanya soal video pencoblosan 15 surat suara yang tersebar di media sosial. Nur menjelaskan bahwa dia bukan orang yang menyebarkan video itu.

Meski demikian, menurut Nur, malam itu tidak ada kalimat atau kata-kata ancaman terhadapnya. 

"Mereka bilang saya sama saja menyebarkan rahasia negara," kata Nur.

Keesokan paginya, Nur mengaku diberitahu oleh temannya yang bernama Habib, bahwa dia terancam dibunuh.

"Saya dituduh penjahat politik. Saya diancam dibunuh. Tapi saya tahu dari teman saya," kata Nur.

Baca juga: Saksi Prabowo-Sandiaga Mengaku Lihat Anggota KPPS Coblos 15 Surat Suara di TPS

Setelah itu, pada 21 April 2019, Nur mengaku dihubungi oleh seseorang yang dia duga sebagai kerabat Komri, anggota KPPS yang dia pergoki mencoblos 15 surat suara.

Nur mengaku diminta tutup mulut dan kembali ke Semarang. Nur juga diancam akan dilaporkan ke polisi jika terjadi sesuatu pada Komri.

Namun, saat ditanya oleh hakim, Nur mengaku tidak pernah melaporkan ancaman dan intimidasi tersebut kepada polisi.

Kompas TV Advokat pegiat isu hak asasi manusia (HAM) dan Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar memutuskan mundur dari posisi saksi yang dihadirkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sedianya Haris didaftarkan sebagai saksi di <a href="https://www.detik.com/tag/sengketa-pilpres/?tag_from=tag_detail&amp;_ga=2.5731059.1790030311.1560870344-873717957.1556683743">persidangan MK</a> hari ini oleh tim Prabowo-Sandi. Haris menolak memberikan kesaksian untuk Prabowo-Sandi. Surat itu ditujukannya ke majelis hakim MK, dikirim pada hari ini. Alasan dia tak mau bersaksi untuk Prabowo-Sandi karena Prabowo dinilainya punya masalah pelanggaran HAM di masa lalu. Pihak petahana Joko Widodo (Jokowi) juga dinilainya tak memberikan solusi soal kasus HAM. #SidangSengketaPilpres #SengketaPilpres #MahkamahKonstitusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com