JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Otto Hasibuan, menuturkan, audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2017 tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Menurut dia, pelaksanaan audit investigasi BPK tahun 2017, selain bertentangan dengan hasil audit investigasi BPK tahun 2002 dan 2006, audit pada tahun tersebut juga dilakukan dengan cara dan prosedur yang tidak sesuai dengan Undang-Undang serta Peraturan BPK terkait standar pemeriksaan keuangan negara.
"Audit dilakukan khusus atas permintaan KPK yang kemudian dikait-kaitkan dengan penerbitan SKL (Surat Keterangan Lunas). BPK juga dalam melakukan audit itu tidak objektif dan tidak objektif, profesional, dan independen. Sehingga, itu bertentangan dengan Undang-Undang audit keuangan negara," tutur Otto dalam konferensi persnya di hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Baca juga: Kasus BLBI, Sjamjul Nursalim dan Syafruddin Arsyad Rugikan Negara Rp 4,8 Triliun
"Sedangkan penerbitan SKL hanya merupakan surat keterangan belaka bahwa seluruh kewajiban Sjamsul berdasarkan MSAA telah diselesaikan pada 25 Mei 1999," sambungnya.
Otto menjelaskan, audit yang dianggap tidak objektif dan tidak profesional tersebut didasarkan karena BPK hanya menggunakan informasi atau bukti dari satu sumber saja, yaitu dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK, lanjutnya, menjadikan Sjamsul sebagai tersangka hanya didasarkan pada audit investigasi BPK tahun 2017 yang menyatakan adanya kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun.
Oleh karena itu, seperti diungkapkan Otto, penetapan KPK atas Sjamsul dan istrinya, Itjih, sebagai tersangka yang hanya didasarkan pada audit investigasi BPK tahun 2017 adalah tidak benar.
Baca juga: KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim Tersangka Kasus BLBI
"KPK juga tidak melakukan pemeriksaan atau melakukan konfirmasi dengan auditnya dan pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian MSAA," jelasnya.
Atas dasar tersebut, seperti diungkapkan Otto, dirinya selaku kuasa hukum mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tangerang dengan tuntutan agar audit investigasi BPK tahun 2017 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Karena audit investigasi BPK tahun 2017 saat ini masih digugat, maka penentuan kerugian negara dinyatakan dalam audit tersebut tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk melakukan penyidikan Sjamsul," pungkasnya.
Baca juga: KPK Jalin Kerja Sama dengan Otoritas Singapura dalam Penanganan Kasus Sjamsul Nursalim
Seperti diketahui, KPK menetapkan obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka. Keduanya menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK membuka penyidikan baru terhadap pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Senin (10/6/2019).
Menurut Saut, penetapan tersangka pasangan suami istri yang telah menetap di Singapura ini berdasarkan hasil pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Perbuatan Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul dan Itjih sebanyak Rp 4,58 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.