JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Nicholay Aprilindo, mengatakan, pihaknya harus membuat terobosan hukum terkait petitum atau gugatan dalam dalil permohonan sengketa hasil Pilpres 2019.
Hal itu dikatakannya menanggapi pandangan sejumlah pakar hukum yang menyebut petitum yang diajukan tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga tidak lazim.
"Kami harus buat terobosan hukum. Terobosan hukum harus ada. Kami tidak bisa hanya berkutat oleh pada formalitas," ujar Nicholay saat ditemui di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Nicholay mengatakan, hukum selalu dinamis dan berkembang. Pihaknya ingin membuat terobosan dari aturan yang ada.
Baca juga: Bukti Pamungkas Prabowo-Sandi, Akankah Mengubah Hasil Pemilu?
Di sisi lain, tim hukum Prabowo-Sandiaga mendalilkan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif selama proses pemilu.
Oleh sebab itu, kata Nicholay, pihaknya meminta Mahkamah Konstitusi (MK) juga mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Hukum ini kan dinamis, selalu berkembang. Jadi kita tidak hanya pakai kacamata kuda bahwa aturannya begini, harus begini. Permohonan dikabulkan alhamdulillah, tidak dikabulkan astagfirullah itu saja," kata Nicholay.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi 15 poin petitum yang masuk dalam permohonan sengketa pilpres 2019 pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga.
Bivitri bertanya-tanya apakah petitum ini benar-benar disusun oleh tim hukum atau oleh Prabowo-Sandiaga sebagai pemohon principal.
Baca juga: KPU Nilai Sikap MK Membingungkan soal Perbaikan Permohonan Gugatan Prabowo
"Muncul pertanyaan di benak saya, apakah gagasan-gagasan terobosan ini dari tim kuasa hukum atau permintaan pemohon principal? Karena seakan-akan bukan dibikin oleh orang hukum," ujar Bivitri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019).
Misalnya, isi petitum yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf.
Bivitri mengatakan, permintaan diskualifikasi tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Petitum yang tidak lazim berikutnya adalah dengan meminta Hakim Konstitusi untuk memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sementara di sisi lain, tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Pemungutan suara ulangnya lazim sekali diletakkan dalam petitum. Tetapi yang tidak lazim, dia minta ganti dulu anggota KPU," ujar Bivitri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.