JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menganggap penggunaan kutipan-kutipan yang ada dalam bukti gugatan perselisihan hasil pemilu umum (PHPU) pilpres oleh tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bukan menjadi bukti yang kuat.
"Ini bukan soal banyak-banyakan kutipan, jadi saya sudah baca satu-satu perbaikan permohon tim 02. Dari poin 168-174, itu ada kutipan pakar-pakar, termasuk Saldi Isra yang sekarang jadi hakim MK. Bukan berarti banyak kutipan itu bagus karena yang kita bicarakan itu permohonan perkara, bukan skripsi atau makalah," ujar Bivitri dalam sebuah diskusi di kantor Formappi, Kamis (13/6/2019).
Maka dari itu, menurutnya, tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa membuktikan kutipan-kutipan yang digunakan tersebut bisa berdampak atau tidak terhadap hasil gugatan di MK.
Baca juga: 70 Persen Permohonan Prabowo-Sandiaga di MK Dinilai Tak Meyakinkan
Dalam berkas pemohonan sengketa pilpres yang diserahkan BPN ke MK, terdapat dalil yang berjudul "Tentang Kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif: Penggunaan Birokrasi dan BUMN."
Dalam dalilnya, BPN menyinggung pernyataan sejumlah Menteri Jokowi, seperti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, hingga para pakar-pakar.
Pernyataan-pernyataan yang dicantumkan ini dikutip dari pemberitaan media online.
Baca juga: Jubir MK: Kedua Paslon Tak Harus Hadiri Sidang Sengketa Pilpres, tetapi...
Bivitri menuturkan, sangatlah sulit bagi tim Prabowo-Sandi untuk membuktikan sebuah kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dengan basis bukti kutipan-kutipan dari berita.
"MK itu sangat jarang memutus kecurangan terkait TSM. Saya melihat permohonan yang menggunakan link berita ini masih seperti makalah ya, jadi belum bisa dilihat apakah buktinya valid dan cukup," paparnya kemudian.
Permohonan dalil Prabowo-Sandi, seperti diungkapkan Bivitri, didominasi bukti-bukti opini dari tokoh-tokoh tertentu. Ia pun percaya hakim MK akan memutuskan hasil yang memiliki bukti yang kuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.