Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 8 Tahun Penjara, Karen Agustiawan Banding Sambil Berucap Innalillahi

Kompas.com - 10/06/2019, 16:08 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan langsung menyatakan banding dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (10/6/2019).

Karen tak terima dihukum 8 tahun penjara oleh majelis hakim.

"Innalillahi, innalillahi, innalillahi, majelis hakim saya nyatakan banding," ujar Karen seusai mendengar hakim membacakan putusan terhadapnya.

Awalnya, majelis hakim memberi kesempatan Karen untuk menghampiri penasehat hukum dan berdiskusi mengenai putusan. Namun, Karen langsung menyatakan sikap tanpa berdiskusi dengan pengacaranya.

Baca juga: Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara

Tanggapan Karen atas putusan tersebut langsung mendapat tepuk tangan para kerabat dan keluarga yang memenuhi seisi ruang sidang.

Hal serupa juga dikatakan penasehat hukum Karen, Soesilo Aribowo. Soesilo meminta agar Salinan putusan dapat cepat diberikan sebagai bahan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Kami secara tegas juga menyatakan banding," ujar Soesilo.

Karen divonis 8 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Baca juga: Karen Agustiawan Terbukti Menyalahgunakan Wewenang Sebagai Dirut Pertamina

Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.

Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Baca juga: Menurut Hakim, Karen Agustiawan Terbukti Menguntungkan Korporasi Rp 568 Miliar

Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Hakim menetapkan putusan sela melanjutkan peradilan untuk mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan. Putusan sela menanggapi nota keberatan Karen sebagai terdakwa kasus korupsi.<br /> <br /> Dalam putusan sela, hakim menilai tak ada hal yang bisa jadi pertimbangan untuk menghentikan dugaan korupsi investasi blok migas di Australia.<br /> <br /> Jaksa menilai karena lalai dan tak melakukan kajian lebih dulu sehingga investasi dinilai tak menguntungkan Pertamina. Kantor akuntan publik Suwarno mencatat kerugian mencapai Rp 568 miliar.<br /> <br /> Investasi Pertamina di blok itu mencapai 31 juta dolar Amerika dan 26 juta dolar Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com