Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila pada Era Orde Baru...

Kompas.com - 01/06/2019, 17:29 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Lahir Pancasila yang diperingati tiap 1 Juni saat ini menjadi hari libur nasional. Momentum bersejarah itu identik dengan gagasan Soekarno yang diungkapkan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.

Soekarno ingin menyatakan kepada peserta BPUPKI perlunya bangsa ini memiliki dasar negara sebaga pedomannya. Lima prinsip dari Soekarno akhirnya dikaji ulang oleh peserta dan akhirnya disetujui.

Sampai sekarang, momentum ini terus diperingati dari tahun ke tahun sebagai bagian dari kesadaran masyarakat Indonesia akan perumusan awal dari dasar negara.

Namun, hal berbeda begitu terasa pada masa Orde Baru. Polemik muncul, sebab seperti ada upaya untuk tidak melekatkan Pancasila dengan Soekarno.

Saat itu, Presiden Soeharto lebih sering merayakan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 1965, sebagai tanda gagalnya Gerakan 30 September 1965.

Baca juga: Perubahan Urutan Pancasila dan Perdebatan "Syariat Islam" di Piagam Jakarta

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 10 Mei 1987, peringatan Hari Lahir Pancasila tiap tahun pada masa Orde Baru tak rutin dilakukan. Misalnya, jika tahun ini bangsa Indonesia memperingati, tahun besoknya tak ada peringatan.

Pada masa itu memang wacana yang berkembang adalah 1 Juni 1945 tak dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila, melainkan hari lahirnya "istilah Pancasila". Hal ini didasarkan pada Soekarno yang mengungkapkannya dalam rapat BPUPKI.

Menurut Orde Baru saat itu, lima sila yang ada dalam Pancasila sebetulnya sudah ada dalam diri bangsa Indonesia. Hari yang dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila adalah 18 Agustus 1945, karena saat itu Pancasila secara resmi sudah menjadi falsafah bangsa dengan disahkannya UUD 1945.

Pemerintah angkat bicara

Mendagri Amirmachmud (kanan) dan Menteri Perindustrian Mohamad Jusuf (tengah) Rabu kemarin hadir ketika Presiden Soeharto memberikan wawancara khusus sekitar lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 10 tahun yang lalu kepada Brigjen Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, bertempat di jalan Haji Agus Salim 98, rumah Jendral Soeharto ketika menjabat Men/Pangad waktu itu. Kedua perwira tinggi diatas bersama Letjen Basuki Rachmat alm. pergi ke Bogor menghadap Presiden Soekarno dengan membawa pesan Jendral Soeharto, antara lain kalau saya masih dipercaya, saya sanggup mengatasi keadaan.PIET WARBUNG Mendagri Amirmachmud (kanan) dan Menteri Perindustrian Mohamad Jusuf (tengah) Rabu kemarin hadir ketika Presiden Soeharto memberikan wawancara khusus sekitar lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 10 tahun yang lalu kepada Brigjen Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, bertempat di jalan Haji Agus Salim 98, rumah Jendral Soeharto ketika menjabat Men/Pangad waktu itu. Kedua perwira tinggi diatas bersama Letjen Basuki Rachmat alm. pergi ke Bogor menghadap Presiden Soekarno dengan membawa pesan Jendral Soeharto, antara lain kalau saya masih dipercaya, saya sanggup mengatasi keadaan.
Situasi yang kemudian menjadi polemik di masyarakat membuat pemerintah akhirnya mengeluarkan pernyataan. Pada Juni 1987, Ketua DPR/MPR H Amirmachmud mengimbau untuk menghentikan polemik tersebut.

Dia memberikan pengertian kepada publik bahwa Indonesia yang menganut demokrasi tak melarang warganya mengeluarkan pendapat mengenai Pancasila.

Pembukaan UUD 1945 juga telah mengakomodasikan kelima sila dari Pancasila sebagai dasar negara. Maka dari itu, Pancasila memiliki kedudukan hukum dan kedudukan politik yang konstitutional dalam berbangsa dan bernegara.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 1 Juni 1987, baik Pancasila versi 1 Juni 1945 yang diucapkan Soekarno maupun Pancasila versi Panitia Sembilan dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 berkembang pada masa pergerakan.

Pemerintah Orde Baru membolehkan masyarakat Indonesia memperingati 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, tetapi ketika itu tak ditetapkan secara nasional.

Baca juga: Perenungan Soekarno di Ende hingga Pohon Sukun, Fakta Unik Lahirnya Pancasila

Era Jokowi

Salah satu koleksi Museum Nasional terkait kelahiran Pancasila. Gambar diambil pada 2 Juni 2017.KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Salah satu koleksi Museum Nasional terkait kelahiran Pancasila. Gambar diambil pada 2 Juni 2017.

Pada 2016, Presiden Joko Widodo mengeluarkan penetapan untuk mempertegas bahwa 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila secara nasional. Penetapan ini dilakukan setelah lebih dari 70 tahun kemerdekaan Indonesia.

Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Keputusan itu secara resmi ditandatangani Presiden Jokowi di hadapan tokoh nasional saat kegiatan peringatan pidato Bung Karno di Bandung.

Keputusan tersebut sekaligus melengkapi Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 yang telah menetapkan 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com