JAKARTA, KOMPAS.com - Isu ekonomi pada Pemilu 2019 dinilai tenggelam oleh isu-isu politik identitas. Efek ekonomi terhadap dampak elektoral salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden pun tak terlihat.
"Efek ekonomi terhadap pilihan elektoral tak terlalu terlihat. Sebaliknya, efek populisme agama semakin kuat," ujar Direktur Alvara Research Center Hasanuddin Ali saat diskusi bertajuk "Populisme Agama dalam Demokrasi Elektotal" di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).
Ali menjelaskan, tiga indikator ekonomi yang diuji menunjukkan tidak adanya korelasi antara perolehan suara Joko Widodo-Ma'ruf Amin per provinsi dan gini ratio, indeks pembangunan manusian (IPM), dan persentase penduduk miskin.
Baca juga: Kalah Telak di Sumbar, Prestasi Jokowi Tak Mampu Luluhkan Politik Identitas
Sebaliknya, lanjutnya,ada korelasi yang sangat kuat antara perolehan suara Jokowi-Amin dan persentase penduduk muslim di setiap provinsi.
"Semakin besar proporsi pemilih muslim, semakin menurun suara paslon 01. Sebaliknya, semakin banyaknya pemilih non muslim di suatu provinsi, semakin sedikit yang memilih paslon 02," ungkapnya kemudian.
Ali menuturkan, isu ekonomi yang sempat menjadi arus utama dari Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga sulit untuk mengangkat suara elektoral lantaran menguatnya polarisasi politik.
Polarisasi politik, tuturnya, sudah membuat pemilih menentuka pilihanya jauh-jauh hari.
"Pemilih sudah memutuskan pilihan jauh sebelum masa kampanye terbuka dimulai. Jadi, tidak ada hubungan yang signifikan antara isu ekonomi dengan elektoral kedua paslon," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.