JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis menilai, perlu masyarakat perlu diedukasi soal penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
Langkah ini menyusul munculnya tudingan bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 adalah yang terburuk. Menurut Viryan, tudingan tersebut muncul karena pemerintah belum cukup memberi edukasi tentang pemilihan demokratis.
"Pemerintah belum melakukan edukasi, lembaga pendidikan perlu melakukan edukasi terkait dengan pemilih demokratis itu seperti apa," kata Viryan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).
Baca juga: Ketua Bawaslu Tak Terima Pemilu 2019 Disebut Pemilu Terburuk
Viryan mengaku, pihaknya terkejut dengan munculnya pernyataan Pemilu 2019 adalah yang terburuk. Sebab, menurut dia, pelaksanaan pemilu terburuk justru terjadi saat Orde Baru.
Kala itu, tidak ada prinsip keadilan dan kebebasan dalam pemilu. Bahkan, protes terkait pemilu pun dilarang.
Hal-hal tersebut yang menurut Viryan tidak lagi terjadi saat ini.
"Prinsip dasar itu kan ada beberapa, free and fair, free yaitu bebas, fair yaitu adil. (Pemilu Orde Baru) free-nya di mana? Masyarakat ada nggak dalam catatan sejarah pemilu di masa lalu bisa protes seperti ini? Nggak ada," ujar Viryan.
Baca juga: Perludem: Terlalu Tergesa-gesa Menyebut Pemilu 2019 yang Terburuk
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto, menyebut, pemilu kali ini sebagai yang terburuk pasca reformasi.
"Pemilu kali ini oleh pengamat disebut pemilu terburuk pasca reformasi," ujar Bambang dalam pernyataan pers sejumlah tokoh pendukung calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di SCBD, Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Menurut mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, Pemilu 2019 tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas dan rahasia. Serta tidak memenuhi prinsip jujur dan adil (jurdil).