Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Pemilu Irasional dan Gejolak Post-Truth

Kompas.com - 24/05/2019, 20:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELEPAS perhelatan pemilu Presiden dan legislatif tanggal 17 April 2019 kita menghadapi situasi yang irasional dan abnormal. Situasi ini tergambar dari sejumlah isu pemilu yang ‘serius’ hingga yang terkesan ‘lucu’.

Lorens Bagus (1996) dalam kamus filsafat mendefinisikan irasional adalah situasi kacau yang tidak dapat diungkapkan sebagai tata atau susunan yang bisa dipahami.

Sedangkan terkait prilaku berpendapat Abnormal Richard C. Atiknson dan Ernest R. Hilgard (1983) adalah perilaku yang menyimpang dari norma sosial.

Karena setiap masyarakat mempunyai patokan atau norma tertentu, untuk perilaku yang sesuai dengan norma maka dapat diterima, sedangkan perilaku yang menyimpang secara mencolok dari norma ini dianggap abnormal.

Perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat mungkin dianggap tidak normal oleh masyarakat lain, jadi gagasan tentang kenormalan atau keabnormalan berbeda dari satu masyarakat lain dari waktu ke waktu dalam masyarakat yang sama.

Sebut saja dalam kategori serius adalah perdebatan terkait hasil real count (RC) dan quick count (QC), hingga saat ini masih ada orang berkehendak berdasarkan apa yang menjadi keyakinan pilihannya bukan berdasarkan pengetahuan empiriknya.

Menggangap bahwa apa yang terjadi tidak seperti apa yang diprediksi, begitupun sebaliknya. Satu sama lain nampak berargumentasi, namun beberapa saat kemudian ketika dikonfirmasi ternyata miskin narasi dan data.

Isu pasca pemilu yang termasuk dalam kategori ‘lucu’. Salah satu yang muncul di permukaan adalah ada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang digugat dalam pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah karena menggunakan foto yang diedit sedemikian rupa hingga sangat cantik, berbeda dengan aslinya.

Berdasarkan observasi dan survei sederhana menjadi musabab banyak pemilih menjatuhkan coblosannya pada calon senator tersebut.

Evi Apita Maya, nomor urut 26 meraih suara 283.932 suara, tertinggi dalam pemilihan calon DPD RI dari Nusa Tenggara Barat (NTB).

Soal foto Evi Apita Maya menjadi salah satu sorotan penggugat karena dianggap adanya pemalsuan dokumen atau gambar penggunaan foto.

Hal ini ternyata terkonfirmasi di warga yang mengaku memilih anggota DPD yang fotonya cantik karena tak mengenal seluruh calon anggota DPD. Lucu, kan?

Baca juga: Berebut Kursi DPD di NTB: Mantan Istri TGB Kalah, hingga Evi Apita Menang Karena Foto Cantik


Menukar prasangka ilmiah

Dari sejumlah kejadian ‘serius’ dan ‘lucu’ kita meneropong kesimpulan akhir bahwa ada ironi yang lebih dalam, helatan besar berbiaya tinggi ini telah banyak menelan korban jiwa lebih dari 500 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Sedihnya jumlah korban yang besar ini miskin perhatian dari elit penyelenggara pemilu, buktinya tidak ada komisioner yang mundur karena merasa bersalah atas kematian putra-putri bangsa pejuang demokrasi ini.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com