JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes mengatakan, narasi politik identitas yang berkembang selama Pemilu 2019 membuat pemilih di beberapa daerah menjadi terkelompok, terutama di daerah homogen.
"Narasi politik identitas di beberapa tempat itu mengalami pengerasan (kenaikan/penurunan) tidak hanya di paslon 02. Tapi di basis 01 juga mengalami pengerasan," kata Arya dalam diskusi "Pasca Penetapan Pemenangan" di Populi Center, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Baca juga: Kalah Telak di Sumbar, Prestasi Jokowi Tak Mampu Luluhkan Politik Identitas
Arya memaparkan, pengaruh dari narasi politik identitas bagi calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 adalah kenaikan suara di beberapa provinsi di Indonesia bagian Barat.
"Riau naik 11 persen, Sumbar naik 9 persen, Jambi 9 persen, Sumsel juga naik. Hampir di semua provinsi di Sumatera mengalami kenaikan," ujarnya.
Kendati demikian, Paslon 02 itu mengalami penurunan suara di beberapa provinsi di Indonesia bagian Timur.
"Penurunan tampak di Sulawesi Utara. Prabowo turun 23 persen, di Bali juga. NTT turun 22 persen. Gorontalo, Maluku Papua dan Papua Barat turunnya 20 persen," tuturnya.
Baca juga: Pengamat: Pemilu 2019 Tak Lepas dari Politik Identitas dan Hoaks
Sementara itu, Menurut Arya, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 mengalami kenaikan suara di beberapa provinsi dimana suara Prabowo-Sandiaga mengalami penurunan.
"Tetapi dari sisi jumlah pemilih Prabowo kehilangan banyak pemilih di Jawa tengah, Jawa Timur karena pemilih relatif besar," kata dia.
Baca juga: Mahfud: Sudah Berkembang Politik Identitas, Serang Kelompok Lain tapi Klaim Penjaga Primordial
Selanjutnya, Arya berkesimpulan bahwa polarisasi tidak hanya terjadi di Indonesia bagian Barat, tetapi juga terjadi di Indonesia bagian Timur.
"Seperti pisau bermata dua sebenarnya dia (politik identitas) memberikan keuntungan pada satu sisi, tetapi pada sisi lain mendapat penurunan yang tajam," pungkasnya.