Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Ramadhan di Era Pemerintah Kolonial Hindia Belanda...

Kompas.com - 13/05/2019, 11:10 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ramadhan merupakan bulan yang istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bulan ini dijadikan sebagai momentum untuk bisa meningkatkan nilai spiritualitas, tak terkecuali bagi masyarakat tempo dulu.

Lalu bagaimana situasi Ramadhan masyarakat Indonesia di era kolonial?

Menurut dosen Sejarah IAIN Surakarta, Martina Safitry, ketika itu Belanda masih memiliki kontrol terhadap sistem pemerintah Indonesia. Walau demikian, umat Muslim di Indonesia masih diberikan keleluasaan dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinan.

Sama seperti masa sekarang, perdebatan mengenai penentuan awal Ramadhan juga telah ada sejak dulu kala.

Pada masa sekarang, penentuan awal Ramadhan ditentukan dengan perhitungan hisab dan rukyat yang dipimpin Kementerian Agama. Namun, pada masa penjajahan pihak yang menentukan awal Ramadhan adalah Perhimpoenan Penghoelo dan Pegawainya (PPDP) atau lebih dikenal Hoofdbestuur.

Baca juga: Motong Kebo Andilan, Tradisi Masyarakat Betawi Saat Bulan Ramadhan

Sesi sebelum bermulanya diskusi di Rumah Budaya KratonanKOMPAS.com/Aswab Nanda Prattama Sesi sebelum bermulanya diskusi di Rumah Budaya Kratonan
Meski demikian, ternyata dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) memiliki Hoffbestuur-nya sendiri. Lembaga itu juga memiliki peran besar terhadap penentuan awal Ramadhan.

"Kedua belah pihak menentukan perhitungan dengan caranya masing-masing," kata Martina mengawali diskusi yang digelar Rumah Budaya Kratonan bekerja sama dengan IAIN Surakarta pada Sabtu (11/5/2019) sore.

Kabar ini juga dipertegas dalam berita yang terekam dalam koran Berita Nahdlatul Ulama (BNO) edisi 1 November 1937 yang memuat maklumat Awal Ramadhan 1356 Hijriah.

Selain penetapan melalui mekanisme tersebut, ternyata awal Ramadhan juga disambut masyarakat dengan bunyi-bunyian yang sangat keras.

"Jadi dengan meriam, petasan, mercon dan anak-anak bikin menggunakan pelepah pisang. Pokoknya bunyian yang keras-keras untuk menandakan awal Ramadhan," ucap Martina.

Tak hanya ada di Jawa, tradisi seperti ini juga ada di Sumatera, terutama Sumatera Utara yang terdengar tiga kali tembakan meriam menandai awalnya bulan Puasa.

Baca juga: Menyusuri Tembok Terakhir Batavia yang Memiliki Dua Wajah

Libur sekolah

Martina Safitry selaku narasumberKOMPAS.com/Aswab Nanda Prattama Martina Safitry selaku narasumber
Selain tradisi penentuan awal Ramadhan yang dikaitkan dengan bunyi-bunyian keras, ternyata pada masa penjajahan juga telah ada tradisi libur sekolah selama Ramadhan.

Pada masa Kolonial Hindia Belanda, ada wacana untuk meliburkan sekolah selama Ramadhan. Langkah ini merupakan usulan dari Dr N Adriani selaku Penasehat Urusan Bumiputra.

"Dr Adriani sangat memperhatikan umat Islam ketika itu dan memberi saran kepada Directuur Dienst der Onderwijs, Eeredienst an Nijverheid (Kepala Departemen Pendidikan, Keagamaan dan Kerajinan) untuk meliburkan sekolah-sekolah," ujar Martina.

Usulan ini akhirnya disetujui. Sekolah seperti HIS (Holllandsch-Inlandsch School), HBS (Hogere Burger School), AMS (Algemeene Middelbare School), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan lainnya diliburkan karena mayoritas muridnya beragama Islam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com